JAKARTA (Panjimas.com) – Bareskrim Polri mengamankan seseorang berinisial HS, warga Cililin, Bandung Barat, Jawa Barat, yang memperdagangkan kaos dengan gambar lambang palu arit melalui media sosial.
“Satu kosnya dijual Rp115 ribu di media sosial. Kami telusuri bahwa dari mana asal-usulnya, diitemukan di komputer desainnya. Sudah dilakukan penahanan dan sudah diperiksa,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Jakarta, Jumat.
Menurut Agung, penjualan kaos palu arit itu bukan merupakan kelalaian karena yang bersangkutan sudah mengetahui bahwa hal tersebut memang dilarang.
“Alasannya penjualan kaos ini menguntungkan buat dia. Sistemnya kaos itu dipesan, kemudian bayar dan dikirimkan sesuai alamat yang dituju,” katanya.
Agung menjelaskan bahwa HS dibantu oleh enam karyawannya dalam memproduksi kaos palu arit tersebut.
“Karyawan hanya orang yang disuruh. Mereka jadi saksi yang jelaskan soal pencetakan dan penjualan kaos. Pertanggungjawaban tetap pada HS,” ujarnya.
Terungkapnya penjualan kaos itu berdasarkan patroli dari tim cyber crime Polri di dunia maya.
“Pada 12 Desember lalu teman-teman (cyber crime) menemukan tawaran penjualan kaos itu lalu dilakukan lah penyelidikan. HS sudah praktik menjual kaos sejak tiga tahun lalu tetapi baru enam bulan lalu dapat ide (buat kaos palu arit) ini,” ucap Agung.
Terkait barang bukti, pihaknya telah mengamankan uang sebanyak Rp4 juta dan mesin yang digunakan untuk cetak kaos.
“Sementara untuk dikirim ke mana dan siapa saja yang pesan kaosnya, masih kami dalami. Semua peralatan yang kami sita juga sedang kami periksa di laboratorium,” ucap Agung.
HS bisa dijerat Pasal 107a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan KUHP. Pasal tersebut mengatur kebijakan tentang kejahatan terhadap keamanan negara yakni tindak pidana dengan sengaja melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dari atau melalui media apa pun, menyatakan keinginan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk perwujudan.
HS juga dikenakan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan dinilai dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). [AW/Antara]