SUKOHARJO (Panjimas.com) – Hukum di negara Indonesia sekarang ini tergantung pada opini yang dibuat di masyarakat. Keterangan itu disampaikan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), Ustadz Bachtiar Nasir ketika menjadi pembicara dalam Muktamar Alumni Ponpes Al Mukmin Ngruki, Grogol, Sukoharjo.
“Andai Abu Bakar Ba’asyir itu kemarin menang opini, nggak akan di penjara, tapi karena kalah opini. Ini bocoran penting, kenapa? karena alumni-alumninya tidak menggunakan senjatanya,” katanya dihadapan ribuan Alumni Al Mukmin Ngruki, sabtu (24/12/2016).
Ustadz Bachtiar mengatakan saat ini senjata yang ampuh adalah handphone (telepon genggam) yang bisa digunakan untuk menggalang opini di masyarakat. Keampuhan handphone bisa melebihi senjata AK 47, hingga penegakan hukum di Indonesia tumpul gara-gara opini yang disebarkan.
“Habib Rizieq itu dipenjara tiga kali, tiga-tiganya gara-gara kalah opini. Tapi kalau menang opini, lewat. Indonesia punya hukum tapi bukan hukum berkeadilan, bukan! Tegasnya.
Ustad Bachtiar melanjutkan pertanyaannya, kepada para alumni Ngruki yang hadir saat itu.
“Seandainya tidak Aksi Bela Islam I, kira-kira Ahok diproses hukum tidak? Mohon jawab dengan jujur, adil gak usah dholim, kalau bohong dholim namanya,” ujarnya.
Masih kurang puas dengan jawaban Alumni Ngruki, ustadz Bachtiar mengajukan pertanyaan terakhir, untuk memastikan bahwa hukum di Indonesia benar-benar bergantung pada opini publik.
“Apakah kalau tidak ada aksi bela Islam II, Ahok akan diproses secara cepat, tegas, dan transparan? Pertanyaan ketiga saya minta jujur, andai tidak ada aksi bela Islam III, apakah Ahok akan ditersangkakan? Gawat ini, ini menunjukkan skeptisismenya umat terhadap penegakan hukum, ini suasana yang sesungguhnya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Ustadz Bachtiar Nasir mengimbau kepada jamaah yang hadir dan kaum Muslimin untuk terus semangat memperjuangkan Islam dan tak lupa memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi serta media sosial. [SY]