JAKARTA (Panjimas.com) – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan pemakaian atribut nonmuslim pada dasarnya didukung oleh berbagai pihak. Bahkan termasuk aparat kepolisian di beberapa daerah.
Hal itu seperti yang dilakukan oleh Kapolres Bekasi dan Kulonprogo. Di Bekasi misalnya, Polres Bekasi mengeluarkan surat edaran kamtibmas ke sejumlah pengusaha di Bekasi terkait fatwa MUI itu. Para pengusaha diimbau untuk menghormati fatwa MUI tersebut.
Surat bernomor B/4240/XII/2016/Restro Bekasi Kota, tertanggal 15 Desember 2016, itu ditujukan kepada para pemimpin perusahaan di Bekasi. Surat yang ditandatangani oleh Kapolres Kombes Umar Surya Fana itu sebetulnya merupakan penjabaran dari fatwa MUI No 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember tentang hukum menggunakan atribut nonmuslim bagi umat muslim. (Baca: Dukung Fatwa MUI Soal Haramnya Atribut Natal Bagi Muslim, Dua Kapolres Malah Ditegur Kapolri)
Kapolri Malah Menegur
Namun, surat edaran yang dikeluarkan oleh Polres Bekasi dan Kulonprogo yang memuat sosialisasi fatwa MUI tentang haramnya atribut Natal bagi kaum Musliminin itu, bukannya mendapatkan dukungan justru malah ditegur oleh Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian.
“Saya tegur keras Polres Metro Bekasi Kota dan Polres Kulonprogo karena mereka mengeluarkan surat edaran seperti yang difatwakan MUI,” kata Tito di sela acara diskusi di Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/12/2016). Demikian dilansir detik.
Tito menegaskan bahwa fatwa MUI bukan rujukan hukum positif atau hukum yang berlaku saat ini di suatu negara. Dia pun meminta surat edaran itu dicabut.
Terang saja, sikap Tito yang menegur anak buahnya itu mendapatkan kritik tajam dari tokoh Islam, salah satunya adalah Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Dia mengatakan bahwa fatwa MUI tak ada yang salah, justru sejalan dengan nilai Pancasila dan Kebhinekaan.
“Fatwa MUI itu menurut saya tidak ada masalah, justru ini mendorong sikap toleransi dalam beragama. MUI justru bersikap sesuai nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan, karena kebebasan beragama dilindungi Undang-undang,” kata Dahnil kepada Panjimas,com, senin (19/12/2016).
Dahnil menyoroti jika ada perusahaan yang memaksakan pegawainya menggunakan atribut simbol keagamaan justru melanggar Undang-undang Dasar (UUD) dan Kebhinekaan. Lain hal jika fatwa MUI melarang perusahaan memasang simbol keagamaan.
“Kalau ada perusahaan yang memaksa karyawan muslim menggunakan simbol-simbol natal, kalau mereka gak menggunakan, akan dipecatlah, segala macemlah. Justru perusahaan itu terang melanggar undang-undang dasar, melanggar kebhinekaan,” ujarnya.
Untuk itu, Dahnil meminta Kapolri belajar kembali memahami konteks fatwa yang dikeluarkan MUI. Kata dia fatwa MUI tersebut sangat sesuai dengan UUD 45 pasal 29 yang menyatakan kebebasan beragama.
“Kapolri harus memahami ulang konteks fatwa itu, jangan kemudian seolah-olah fatwa itu, tidak sesuai dengan prinsip undang-undang Indonesia. Malah justru fatwa itu sangat sesuai, yang menggambarkan kebhinekaan sesungguhnya,” tandasnya. [AW/SY]