Jakarta, (Panjimas.com) – Ribuan umat Islam melakukan aksi damai di depan kantor Kedutaan Besar Rusia dan Iran. Aksi yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB ini sebagai bentuk solidaritas atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Aleppo, Suriah.
Massa mengawali aksi di depan Kedubes Rusia hingga sholat Zuhur berjamaah. Mereka menyuarakan agar Rusia dan Iran menarik diri dari peperangan di Aleppo, Suriah.
Pasalnya, tak sedikit masyarakat Aleppo menjadi korban aliansi yang mendukung rezim Basyar Asad. Anak kecil yang tak berdosa pun ikut menjadi tumbal kekejaman rezim beserta sekutu.
“Mari manfaatkan waktu untuk mendoakan Irak dan Suriah atas perilaku sekutu Syetan, Iran. Mari kita sama-sama melaknat pemerintah Iran yang mengaku Muslim tapi membantai saudara-saudara kita yang muslim,” ujar Ust. Abdul Hadi dalam orasinya, Senin (19/12).
Massa seketika berteriak laknatullah ketika disebutkan negara Iran dan Rusia. Seharusnya, menurut Ust Abdul di era kini tidak lagi mengedepankan peluru dibalas dengan peluru.
“Usir-usir, usir si Iran, usir si Iran sekarang juga,” demikian yel-yel yang diteriakkan massa pendemo sambil longmarch dari kantor Kedubes Rusia di Kuningan, menuju kantor Kedubes Iran di Menteng.
Ust. Abdul menegaskan, tak layak bagi negara Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim tertawa atas penderitaan rakyat Aleppo. “Mari kita mohon kepada Allah supaya Iran, Rusia dan China dihancurkan Allah,” tegas dia.
Pantauan Panjimas, mereka sambil membawa sapu dan kantong plastik untuk membersihkan sampah yang berserah usai berdemo. Hal ini menunjukkan kesadaran para demonstran akan cinta kebersihan. “Ingat Allah cinta kebersihan,” teriak salah satu orator.
Tak hanya itu, mencontoh aksi 212 yang damai, massa aksi juga mempersiapkan sejumlah logistik. Bahkan hingga demonstrasi bubar, makanan masih tersisa cukup banyak.
Menariknya, dari aksi ini adalah pembacaan surat dari anak Indonesia untuk Aleppo. Zaeda, bocah 9 tahun itu mengutuk aksi bengis negara-negara sekutu Suriah karena anak-anak tak berdosa menjadi korban, tak bisa makan enak, bahkan sulit tidur nyenyak.
“Aku lihat anak-anak Aleppo berdarah-darah, hancur tubuhnya, menangis mencari ayah dan ibunya. Mereka takut sekali,” tulis Zaeda yang memberanikan diri berdiri di atas mobil komando. [TM]