DOHA, (Panjimas.com) – International Union Muslim Scholars (IUMS), Persatuan Ulama Muslim Internasional, baru-baru ini menyerukan umat Islam di seluruh dunia untuk menggelar Aksi “Amarah” Jumat (Friday of Rage) tepatnya pada 9 Desember untuk menunjukkan solidaritas terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Dalam pernyataan yang dirilis Kamis malam pekan lalu (08/12), IUMS (Persatuan Ulama Muslim Internasional) menyatakan Aksi internasional tersebut diselenggarakan untuk menanggapi situasi kekejaman terhadap umat Islam Rohingya di Myanmar”.
IUMS lebih lanjut, mengkritik keras “diamnya” dunia Islam dan masyarakat internasional terkait kampanye pemusnahan massal yang dilancarkan terhadap [Rohingya]”, seperti dilansir Anadolu.
Organisasi Ulama Muslim Dunia yang berbasis di Doha Qatar ini, juga mendesak pemerintah Arab dan negara-negara Muslim lainnya untuk mengadopsi sikap diplomatik keras terhadap pemerintah Myanmar menyusul penganiayaan terhadpa Rohingya,
IUMS, organisasi yang dipimpim Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi meminta organisasi-organisasi bantuan dan amal Islam, dari negara-negara Muslim juga negara Arab serta pihak internasional untuk memberikan bantuan sesegera mungkin untuk Muslim Rohingya.
Kelompok-kelompok advokasi Rohingya mengumumkan bahwa sejak 9 Oktober, sekitar 400 Msulim Rohingya telah tewas akibat operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine.
Pada Selasa (06/12) dilaporkan sekitar 21.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir untuk menghindari tindak kekejaman dan kekerasan yang meletus bulan lalu, kata seorang pejabat International Organization for Migration (IOM).
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Lebih dari 3.000 anak-anak Rohingya di-diagnosis mengalami “malnutrisi akut” (kekurangan gizi parah), belum menerima pengobatan, bahka setengah dari mereka (1.500 anak-anak Rohingya) berada pada risiko serius kematian.
Laporan-laporan tentang kekejaman otoritas Myanmar muncul selama beberapa minggu terakhir. Reuters melaporkan bahwa puluhan perempuan Muslim Rohingya mengaku telah diperkosa oleh tentara Myanmar, sementara Human Rights Watch pekan ini mengungkapkan gambar-gambar satelit yang menunjukkan lebih dari 1.250 bangunan di desa-desa Muslim Rohingya telah terbakar habis.
Selama 2 bulan terakhir, situasi di Rakhine telah menjadi kondisi paling mematikan di negara itu, sejak kerusuhan antara umat Buddha dan umat Muslim yang menewaskan lebih dari 100 jiwa pada tahun 2012, sebagian besar dari korban adalah Muslim Rohingya.
Sekitar 100.000 Muslim Rohingya kini masih berada dalam keterbatasan dan hidup di kamp-kamp pengungsian kumuh di mana mereka ditolak akses gerakan, pendidikan dan kesehatannya.[IZ]