SANA’A, (Panjimas.com) – Pemerintah Yaman pada hari Selasa (06./12) bersikap menolak inisiatif “Ould Cheikh” sebuah peta jalan PBB untuk mengakhiri perang sipil Yaman.
Pemerintahan Hadi menyatakan bahwa peta jalan (roadmap) PBB akan menciptakan sebuah “preseden internasional yang berbahaya”, yang mengarah pada legitimasi pemberontakan terhadap pemerintah yang diakui secara internasional di negara itu.
Keputusan sikap penolakan pemerintahan Yaman yang dipimpin Presiden Hadi atas roadmap PBB, merupakan kemunduran besar bagi upaya internasional untuk mengakhiri konflik selama 20 bulan itu, yang telah menyebabkan bencana kemanusiaan dan menewaskan lebih dari 10.000 jiwa.
Sebuah Surat tertanggal 6 Desember yang dikirimkan kepada Dewan Keamanan menyatakan bahwa “Inisiatif Ismail Ould Cheikh” (roadmap PBB dalam konflik Yaman), akan memberikan insentif gratis bagi para pemberontak Syiah Houthi dan Ali Abdullah Saleh, serta melegitimasi aksi pemberontakan mereka, juga agenda mereka.” mengutip laporan Reuters.
“The Ould Cheikh Roadmap menciptakan preseden internasional yang berbahaya, mendorong tren kudeta terhadap pemerintah terpilih dan konsensus nasional. Ini merupakan pelanggaran yang jelas dari hukum dan norma-norma internasional.”, jelas pernyataan dalam surat ke Dewan Keamanan PBB itu.
Yaman telah dilanda kekacauan sejak akhir tahun 2014, ketika pemberontak Houthi dan sekutu-sekutu mereka menyerbu ibukota Yaman, Sanaa dan bagian-bagian lain di negara itu, sehingga memaksa anggota pemerintahan Yaman untuk sementara waktu mengungsi ke Riyadh.
Sejak Maret 2015, koalisi interansional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Koalisi telah gagal untuk mengusir Houthi dan sekutu-sekutu mereka di dalam tentara Yaman dari wilayah ibukota Sana’a. Proposal PBB untuk mengakhiri kebuntuan merencanakan bahwa Hadi harus menyerahkan kekuasaannya untuk beberapa pihak sebagai pertukaran kepada Houthi untuk berhenti menguasai kota-kota besar Yaman.
Surat 6 Desember itu menjelaskan daftar tindakan-tindakan yang diperlukan untuk setiap solusi politik, termasuk diantaranya adalah Ali Abdullah Saleh dan Pemimpin Syiah Houthi Abdul-Malik al-Houthi harus meninggalkan kehidupan politik dan meninggalkan Yaman beserta dengan keluarga mereka dalam pengasingan selama setidaknya 10 tahun. ”
Seorang diplomat senior di PBB mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa Arab Saudi tampaknya menerima inisiatif “Ould Cheikh” dan telah mendorong Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi untuk menyetujuinya.
Uni Emirat Arab, negara penting lainnya dalam koalisi, mengatakan pihaknya mendukung inisiatif “Oul Cheikh”, sementara itu Amerika Serikat dan Inggris juga dilaporkan mendukung inisiatif itu.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
PBB mengatakan bahwa setidaknya 5.700 orang, hampir 1/2 dari mereka adalah warga sipil, telah tewas sejak aliansi milite yang dipimpin Saudi melancarkan serangan udara sejak Maret lalu melawan Syiah Houthi dan sekutu-sekutu mereka.
Sementara itu sumber lain menyatakan bahwa, hampir 7.000 jiwa telah tewas dalam konflik Yaman – lebih dari setengah korban adalah warga sipil -. Sementara 3 juta lainnya diperkirakan telah mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit [IZ]