SURABAYA, (Panjimas.com) – Ratusan pengurus syuriah NU dan ulama pesantren se-Jatim menghadiri Halaqah dan Silaturrahim Syuriah PBNU dengan Ulama Pesantren dan Syuriah NU se-Jatim di Surabaya, Rabu (7/12). Demikian dilansir nugarislurus.
Hadir dalam kesempatan ini Rais Amm PBNU KH. Makruf Amin, Mustasyar PBNU KH. Nawawi Abdul Jalil dari pesantren Sidogiri, Wakil Rais Amm PBNU KH. Miftakhul Akhyar, dan para pengurus Tanfidiyyah PBNU yang dipimpin Prof. Dr. Said Agil Siraj.
Sebagaimana diketahui, beberapa pengurus syuriah PBNU seperti KH. Ahmad Ishomuddin, Dr. Masdar Farid Mas’udi terang -terangan menjadi pendukung gubernur Non Muslim Jakarta yang saat ini terjerat kasus penistaan Agama. Bahkan yang lebih mengecewakan Tanfidz PBNU yang dikomandani Kang Said mengeluarkan fatwa yang keliru tentang sholat jum’at untuk menggembosi aksi 212 yang akhirnya banyak dikecam kaum muslimin. Fatwa yang awal mula dibuat oleh Dr Moqsith Ghazali sebagai pengurus LBM PBNU dan salah satu pendiri JIL ini ternyata tanpa mendapat persetujuan dari Rais Amm sebagai pemimpin tertinggi NU.
- Makruf Amin, sebagai Rais Aam PBNU, menyampaikan, para kyai sepuh ini adalah pemilik NU. Oleh karena itu, masukan dari para kyai ini sangat dibutuhkan. Dengan pertemuan ini, ada koordinasi dan kesepahaman antara pengurus dan pemiliknya.
Selain itu, pertemuan ini sebagai upaya memperbaiki kinerja Pengurus NU, karena dari pertemuan ini banyak didapat masukan untuk PBNU.
Sementara itu, Prof. Dr. Said Aqil Sirodj, sebagai Ketua Umum PBNU saat ditanya wartawan terkait desakan adanya evaluasi pengurus besar NU, hanya menjawab singkat dan normatif. “Ini sekedar silaturahmi,” ucapnya
Jatuhkan Sanksi dan Desak Jauhi Hary Tanoe
Dikutip dari Republika, Wakil Rais Aam Syuriah PBNU KH. Miftakhul Akhyar menyampaikan sikap PBNU dalam kasus penistaan Al-Quran justru lebih keras dari MUI.
“Kalau MUI menilai tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Gubernur DKI Jakarta non-aktif) itu menistakan Al-Quran dan ulama, maka PBNU justru menilai ada penistaan Al-Quran, ulama, dan umat Islam,” katanya dalam acara yang juga dihadiri Ketua PBNU H Saifullah Yusuf (Wagub Jatim).
Selain itu, katanya, tim Syuriah PBNU yang dipimpinnya juga sudah menjatuhkan sanksi administrasi kepada jajaran PBNU yang memiliki sikap berbeda dari syuriah, namun sanksi diberikan bertahap, seperti relokasi dari syuriah ke tanfidziah atau dari syuriah ke a’wan.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PBNU Prof. Dr. Said Aqil Sirodj mengatakan, PBNU belum menentukan sikap dan antisipasi pasca-aksi 212 itu. Namun PBNU akan berada di belakang konstitusi.
“Kita sudah punya pengalaman bagaimana konflik horizontal pasca- penurunan Gus Dur dari kursi kepresidenan, karena itu kita akan berada di belakang konstitusi yang mengatur masa jabatan presiden itu memiliki batasan lima tahun,” katanya.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, sejumlah ulama pesantren se-Jatim juga mendesak PBNU untuk melepaskan diri dari keterlibatan dalam Yayasan Peduli Pesantren Indonesia (YPPI) yang diprakarsai tokoh non muslim keturunan China Hary Tanoesoedibjo, karena masyarakat NU di tingkat akar rumput justru menginginkan kemandirian ekonomi.
Selain itu, jajaran syuriah NU se Jatim juga meminta PBNU untuk mengupayakan tampilnya NU dalam mendorong perbaikan bangsa dan negara melalui “Kembali Pada UUD 1945”.
“Saya sependapat, kalau NU kembali ke Khittah 1926, maka Indonesia harus kembali ke Khittah 1945,” kata KH Ma’ruf Amin. [RN]