JAKARTA, (Panjimas.com) – Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana contoh Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sidang digelar pada Selasa (6/12) pukul 10.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Koalisi Perempuan Indonesia.
Pada sidang yang digelar, Senin (28/11) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) selaku Pihak Terkait menghadirkan dua ahli dalam sidang lanjutan uji materi UU KUHP. Budhy Munawar Rachman selaku ahli Pihak Terkait menjelaskan asas hidup ini hanya ada dua yaitu yang benar dan yang salah.
“Dalam agama Islam asas hidup yang benar adalah taqwa kepada Allah dan keinginan untuk mencapai ridhanya,” kata Budi yang merupakan Dosen Islamologi dan Filsafat Islam Sekolah Tinggi filsafat Driyarkara pada sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.
“Melalui Taqwa inilah kemudian kita menyadari akan adanya kehadiran Tuhan dalam hidup ini inti Takwa adalah kesadaran yang sangat mendalam bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita Taqwa Iyalah kalau kita mengerjakan sesuatu maka dikerjakan dengan sepenuh nya kesadaran bahwa Allah beserta kita,” tambah Budhy.
Dijelaskan Budhy, manusia menurut Islam diciptakan oleh Allah dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah kelanjutan dari perjanjian kita dengan Allah ketika kita masih berada di alam rohani.
“Agama pun sebenarnya adalah perjanjian yang dalam bahasa Arab disebut sebagai mitsaq atau Adun Yang intinya adalah ibadah memperhambakan diri kepada Allah Karena Allah telah kita akui sebagai rok atau sebagai pangeran yang implikasinya adalah kita akan menempuh jalan hidup yang benar inilah yang merupakan asas hidup jalan hidup yang benar Jalan inilah yang pernah juga Diminta kan kepada Adam dan seperti digambarkan al-Quran,” paparnya.
Namun, lanjut Budhy, manusia pertama, yakni Adam ternyata tidak sepenuhnya memegang teguh mengenai jalan hidup. Dia melanggar perjanjian itu dengan menang mendekati sebuah pohon di surga akibatnya Adam diusir dari surga dan jatuh secara tidak terhormat.
“Kita sebagai anak cucu Adam juga punya potensi untuk jatuh seperti itu kita semua punya kemungkinan untuk melanggar larangan Allah melupakan janji dengan Allah sehingga kita pun jatuh tidak terhormat,” ungkap Budhy.
Perzinahan, pencabulan dan adanya anggota keluarga yang memiliki orientasi seksual sejenis, menurutnya, dapat ditafsirkan sebagai melanggar aturan Allah. “Kita semua pernah di surga di alam kebahagiaan maka sebetulnya surga kita yang paling dekat adalah ketika masih berada dalam perut ibu.” tambah Budhy.
Sementara itu Direktur Eksekutif INSISTS (Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations) Syamsuddin Arif menerangkan konsep kriminalisasi atau pemidanaan dari perspektif filosofis.
“Kalau kita baca literatur, tindak pidana secara yuridis diartikan sebagai perbuatan yang salah menurut undang-undang atau tindakan melanggar aturan hukum yang berlaku dan diakui secara legal. Sementara para sosiolog biasa memaknai kejahatan sebagai pola tingkah laku yang merugikan masyarakat. Dengan kata lain, mereka mensyaratkan adanya korban untuk suatu perbuatan dikatakan kejahatan atau kriminal. Mereka juga mengatakan bahwa yang disebut tindakan kriminal adalah pola tingkah laku yang mendapat reaksi sosial dari masyarakat,” ujar Syamsuddin selaku ahli yang juga dihadirkan Pihak Terkait. [DP]