JAKARTA, (Panjimas.com) – Persidangan ke-16 judicial review yang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan beranggotakan tujuh orang di antaranya: Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Manahan MP Sitompul, Wahyuddin Adams, Aswanto, dan Suhartoyo. Selain itu, dari pihak Pemohon hadir Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti.,M.Si dan kawan-kawan.
Sidang pada hari, Selasa (6/12/2016) pagi, masih dalam agenda mendengarkan keterangan ahli dari Koalisi Perempuan Indonesia selaku Pihak Terkait. Ahli yang dihadirkan ke ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi ialah Ahli Hukum Gereja alumnus The Catholic University of America, Andang Listya Binawan.
Dalam memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi terkait ketidaksetujuannya bila Pasal 284, 285, dan 292 KUHP diubah dengan makna yang lebih luas, Ahli Hukum Gereja, Romo Andang Listya Binawan tidak menyangkal bahwa perzinahan yang dimaksud dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 atau Hukum Gereja Katolik yang sekarang berlaku adalah perzinahan secara umum, yaitu hubungan seksual dengan siapapun di luar pernikahan.
Lebih lanjut, ia pun membenarkan bahwa di dalam Hukum Gereja Katolik perzinahan tidak diperbolehkan.
“Benar, bahwa perzinahan tidak dibenarkan secara moral,” kata Romo Andang Listya Binawan di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Namun, ia berpendapat bahwa tidak berarti menyerahkan persoalanan perzinahan yang dilakukan pasangan di luar pernikahan kepada institusi-institusi di luar negara.
Ia beralasan, jika perzinahan yang dilakukan pasangan di luar nikah diberikan sanksi oleh negara, keluarga akan kehilangan kesempatan untuk mengolah pengalaman.
Perlu diketahui, pada hari Selasa (28/11/2016) lalu, Koalisi Perempuan juga menghadirkan dua orang saksi Ahli yaitu Pakar Orientalis dari International Islamic University (IIU), Syamsuddin Arif dan Pendiri Nurcholish Madjid Society (NCMS), Budhy Munawar Rachman. [DP]