BANDUNG, (Panjimas.com) – Massa dari kaum muslimin dari berbagai ormas Islam yang ada di Kota Bandung akhirnya Selasa (6/12) malam berhasil menggagalkan sekaligus membubarkan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang menghadirkan Pendeta Stephen Tong melalui negosiasi yang alot dan kegiatan tersebut yang dianggap melanggar SPB 3 Menteri karena melaksanakan kegiatan peribadatan yang bukan di gereja melainkan di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Kota Bandung yang merupakan gedung untuk kegiatan publik bukan gereja atau tempat peribadatan.
Sehari sebelumnya, ormas Islam yang terdiri dari Pembela Ahlus Sunnah (PAS), Komite Peduli Umat Islam Bandung (KPUB), DDII Jawa Barat dan Gerakan Nasional Anti Pemurtadan Jawa Barat, MUI Kota Bandung, FKUB dan Kesbangpol Kota Bandung melakukan pertemuan di jalan Cicendo, namun hasilnya ternyata Kesbangpol Kota Bandung yang diwakili Bapak Iwan justru memutuskan memberi izin kegiatan tersebut secara sepihak sehingga seluruh perwakilan umat Islam melakukan aksi walk out saat mereka kembali setelah Shalat Ashar.
Kesbangpol Kota Bandung beralasan memberikan izin tersebut karena ada rekomendasi dari Kemenag Provinsi Jawa Barat, melalui Binmas Kristen tetapi hal itu tak bisa dijadikan dasar untuk izin kegiatan tersebut.
“Karena MUI saat itu tidak dilibatkan maka MUI Kota Bandung dan ormas Islam menyatakan walk out. Artinya pada prinsipnya kami tidak setuju jika KKR itu dilakukan di Sabuga, kecuali di gereja mereka, silakan,” tutur Ustad Cecep Sudirman pada kesempatan tersebut.
Ustad Roinul Balad dari Gerakan Nasinonal Anti Pemurtadan (GNAP) Jawa Barat menegaskan jika KKR itu adalah sebuah peribadatan yang dilakukan Kaum Nasrani. Intinya menurut Roin jika mau melakukan ibadat ya di gereja dan kalaupun alasan mereka banyak pesertanya maka dilakukan dalam beberapa gelombang dan tak perlu dilakukan dalam satu waktu.
“Sementara jika kita baca KKR itu sendiri sebenarnya identik dengan ibadat-ibadat yang pernah dilakukan Yesus Kristus dulu seperti khotbah di bukit, pelayanan-pelayanan di tempat umum. Jadi ini semacam ibadat juga. Karenanya kami menghimbau di lakukan di gereja saja. Dalam hal ini kami tegaskan bukan kami intoleransi kepada non muslim justeru di sini kami membantu Pemerintah dalam mentaati peraturan khususnya SPB 3 Menteri. Jangan menganggap ini arogansi umat Islam tetapi hal ini dilakukan untuk menjaga kondusifitas dengan tidak melanggar aturan,” ujar Roin.
Gatot Riyanto, manajer Pengelola Sabuga menjelaskan ia berharap segalanya berlangsung secara kondusif dan tidak menimbulkan konflik. Namun ia menunggu perkembangan yang ada dengan harapan bisa diberi yang terbaik. “Kami memaklumi apa yang menjadi keinginan umat Islam yang tentu saja segalanya bisa berlangsung aman tanpa ada gesekan dari kedua belah pihak,” pinta Gatot.
Selasa malam, massa peserta KKR mulai berdatangan dan berusaha mengikuti kegiatan tersebut di gedung Sabuga itu, namun seiring itu pula ratusan orang dari berbagai ormas Islam pun langsung masuk ke area Sabuga dan meminta kepada Panitia acara untuk menghentikan kegiatan tesrebut. Tak pelak perdebatan pun berlangsung alot dan kubu masing-masing mempertahankan alasannya. Namun atas desakan dari ormas Islam yang ada dan dikhawatirkan menimbulkan konflik maka sekitar pukul 21.30 WIB panitia membubarkan peserta dan acara pun dibatalkan. Hal itu dilakukan demi menjaga situasi tetap kondusif.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan panitia KKR Natal tersebut tidak memiliki izin menggelar acara itu secara lengkap. Karenanya Kapolrestabes Kota Bandung Kombes Winarto memediasi panitia KKR dan ormas yang melakukan protes di Sabuga.
“Intinya ormas-ormas Islam itu tidak menolak. Mereka hanya menanyakan perizinan saja. Selasa malam tidak ada kericuhan ataupun kekerasan fisik dan situasi tetap kondusif namun hanya terjadi kesalahan pahaman saja,” ujarnya.
Menurut Ustad Roinnul Ballad, di kota Cirebon saja kegiatan KKR dengan pendeta Stephen Tong karena dilaksanakan di mall bisa dibatalkan maka tentu saja di Sabuga pun pantas untuk dibubarkan.
“Sekali lagi, ini hasil perjuangan seluruh umat Islam yang ingin di Kota Bandung ini tetap kondusif dan tidak dimanfaatkan untuk kegiatan yang melanggar aturan karena kegiatan peribadatan kaum Nasrani hanya dapat dilakukan gereja bukan gedung atau tempat publik karena itu salah peruntukkannya,” tegasnya saat itu. [DF]