KUALA LUMPUR, (Panjimas.com) – Perdana Menteri Malaysia Najib Razak baru-baru ini menyatakan bahwa dengan Malaysia saja, tidak akan dapat menghentikan kekejaman terhadap komunitas etnis Rohingya di Myanmar,
PM Najib Razak menyerukan masyarakat internasional untuk bekerja sama dalam mengakhiri tragedi itu, dilansir Arakan News Agency.
Razak mengatakan bahwa krisis atas pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia hanya bisa diselesaikan dengan kerjasama dari masyarakat internasional termasuk Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebelumnya pada Jumat (25/11) pekan lalu, Ratusan Muslim Malaysia melakukan aksi pawai solidaritas bersama Muslim Rohingya di Kuala Lumpur untuk menyuarakan protes kerasnya menyusul kekejaman rezim Myanmar terhadap Muslim Rohingya sehingga menewaskan antara 86 hingga 500 jiwa.
Aksi protes muslim Malaysia ini dimulai setelah menunaikan Shalat Jumat berjamaah di Masjid Nasional di Kuala Lumpur. Aksi yang menarik sekitar 600 massa ini, diikuti oleh anggota masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah, dan menuntut Muslim Rohingya agar diberikan perlindungan. Berbeda dengan pantauan Anadolu, Free Malaysia Today melaporkan aksi protes ini diikuti sekitar 1.000 Muslim.
Peristiwa serupa juga terjadi di depan Kedutaan Myanmar di Jakarta dan Bangkok, Jumat (25/11). Ribuan massa Muslim di Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur menuntut penghentian genosida, dan menyuarakan solidaritasnya atas Muslim Rohingya.
PM Razak Berdoa Bersama Umat Muslim
Juga pada hari yang sama, Jumat (25/11), Perdana Menteri Najib Razak bergabung dengan ribuan Muslim Malaysia untuk menunaikan sholat Jumat khusus di ibukota administratif Putrajaya untuk berdoa bagi kesejahteraan Muslim Rohingya.
Menteri Urusan Islam Jamil Khir Baharom, yang bertugas sebagai Khatib Jumat, menyatakan Malaysia meyakini bahwa negara-negara ASEAN harus memainkan peran yang serius dalam memastikan perdamaian di Myanmar, serta dalam upaya-upaya memperluas bantuan kemanusiaan kepada Muslim Rohingya.
“Dalam semangat kolektif ASEAN, kami yakin perdamaian dapat dipulihkan dan situasi seperti ini tidak akan terulang kembali,” tambahnya.
Malaysia Panggil Dubes Myanmar
Setelah Aksi protes hari Jumat (25/11), Kementerian Luar Negeri Malaysia mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil utusan [Dubes] Myanmar untuk penjelasan tentang situasi saat ini di Rakhine, dan untuk mengekspresikan keprihatinan mendalam Malaysia tentang masalah tersebut.
“Malaysia juga menyerukan pemerintah Myanmar untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengatasi dugaan pembersihan etnis di Negara bagian Rakhine,” kata Kementerian Luar Negeri Malaysia,
Kemlu Malaysia menambahkan bahwa sementara penyelidikan atas kekerasan berlangsung, semua pihak harus menahan diri dari tindakan yang bisa “memperburuk” situasi.
Kemlu Malaysia akan menyampaikan keprihatinan mendalam pemerintah Malaysia atas masalah ini,” dalam sebuah pernyataan, pada hari Jumat (25/11).
Menteri luar negeri Malaysia akan segera bertemu dengan rekannya Menlu Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi, yang juga menjabat sebagai Penasihat Negara Myanmar, sesegera mungkin, demikian pernyataan Kemlu Malaysia.
Malaysia mengutuk kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Rakhine selama beberapa bulan terakhir yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan ribuan Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri.
Malaysia juga menyerukan semua pihak yang terlibat dalam kekerasan di Rakhine untuk menahan diri dari mengambil tindakan yang dapat memperburuk situasi lebih lanjut, tegas Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan, Jumat (25/11).
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Aksi protes serupa terjadi di Bangkok dan Jakarta pada hari Jumat (25/11), dimana sekitar 200 Muslim Thailand berkumpul di depan Kedutaan Myanmar di pusat kota Bangkok untuk memprotes keras kekejaman rezim, sementara di Indonesia, ribuan Muslim berbaris berunjuk rasa di depan Kedutaan Myanmar hingga menuju ke kantor cabang PBB di Jakarta.
“Kami ingin mereka berhenti membunuhi saudara-saudara kami di Myanmar,” Sekretaris Jenderal Grup Rohingya di Thailand kepada Anadolu Agency.”Hentikan genosida sekarang juga,” tuntut HJ Ismail.
Selama 1,5 bulan terakhir, situasi di Rakhine telah menjadi kondisi paling mematikan di negara itu, sejak kerusuhan antara umat Buddha dan umat Muslim yang menewaskan lebih dari 100 jiwa pada tahun 2012, sebagian besar dari korban adalah Muslim Rohingya.
Sekitar 100.000 Muslim Rohingya kini masih berada dalam keterbatasan dan hidup di kamp-kamp pengungsian kumuh di mana mereka ditolak akses gerakan, pendidikan dan kesehatannya.
Pemimpin de facto pemerintah Myanmar, peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, telah membuat beberapa komentar publik tentang krisis Rohingya ini. Sementara pendukung hak asasi manusia internasional terus mengkritik keras diamnya Suu Kyi. Para analis politik mengatakan masalah ini menunjukkan terbatasnya kekuatan Suu Kyi dan Partai NLD dalam peemrintahan, pihak militer Myanmar masih mengontrol Kementerian-Kemeneterian kunci seperti Kementrian Dalam Negeri, Kementerian Urusan Perbatasan dan Kementerian Pertahanan.
Partai NLD, pimpinan Suu Kyi, mengambil alih kekuasaan pada bulan April 2016, setelah berhasil memenangkan pemilihan umum tahun lalu, kepemimpinan NLD ini membawa Myanmar mengakhiri puluhan tahun kekuasaan rezim militer. Peristiwa baru-baru ini di negara bagian Arakan, serta konflik baru di bagian timur negara itu, antara tentara Myanmar dan kelompok pemberontak etnis, telah menyebabkan banyak pertanyaan, siapakah yang sebenarnya memegang kendali pemerintahan Myanmar?. [IZ]