JEDDAH, (Panjimas.com) – Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan keprihatinannya pada situasi yang memburuk yang dihadapi Muslim Rohingya menyusul operasi militer yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine, Myanmar, dilansir IINA.
Sekretaris Jenderal OKI Dr. Yousef Al-Othaimeen menyerukan penghentian segera kekerasan terhadap Muslim Rohingya dan mendesak pihak berwenang Myanmar untuk memastikan bahwa pasukan keamanan bertindak secara penuh sesuai dengan aturan hukum.
Sekjen OKI juga menuntut dibukanya akses bagi badan-badan bantuan kemanusiaan menuju ke wilayah-wilayah yang terkena dampak kekerasan, sehingga bantuan dapat tersalurkan ke para korban.
Dr. Yousef Al-Othaimeen menuntut pemerintah Myanmar untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian hukum dan hak asasi manusia internasional, Selain itu Ia meminta Otoritas Myanmar segera mengambil langkah nyata untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari krisis di negara bagian Rakhine itu.
Laporan-laporan telah diterima mengenai pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil Muslim Rohingya yang tak berdosa termasuk penyiksaan, pemerkosaan dan eksekusi diluar hukum.
OKI menyatakan keprihatinannya bahwa penghancuran rumah-rumah dan Masjid-Masjid Muslim Rohingya telah memaksa puluhan ribu Muslim mengungsi dari desa-desa mereka.
Selain itu blokade militer lanjutan di wilayah tersebut juga telah membuat warga Muslim Rohingya menghadapi kekurangan akut makanan, air, dan pasokan kebutuhan-kebutuhan penting mendasar lainnya.
820 Bangunan Hancur di 5 Desa Muslim Rohingya
Human Rights Watch (HRW) beberapa hari lalu merilis gambar-gambar satelit beresolusi tinggi yang menunjukkan 820 bangunan yang baru diidentifikasi hancur di 5 desa Muslim Rohingya di Rakhine Myanmar.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Senin (21/11), kelompok organisasai HAM yang berbasis di New York, AS itu mendesak pemerintah Myanmar segera bertindak untuk mengundang PBB dalam rangka membantu penyelidikan, agar hasilnya lebih berimbang.
Pemerintah Myanmar telah mengakui bahwa Mereka telah menggunakan helikopter tempur untuk mendukung pasukan darat dalam operasi militer kontra-pemberontakan di daerah itu.
Muslim Rohingya menjadi target kekerasan di negara bagian Rakhine di mana mayoritas Buddha melihat mereka sebagai imigran ilegal meskipun telah mendiami wilayah tersebut selama beberapa generasi.
Ketegangan meletus di Arakan sejak gelombang kerusuhan komunal antara umat Buddha dan Muslim di 2012 menewaskan lebih dari 100 orang dan memaksa sekitar 140.000 Muslim Rohingya mengungsi.
Bahkan sebuah rencana Kepolisian baru-baru ini mengumumkan untuk mempersenjatai dan melatih kekuatan sipil para warga non-Muslim dari Arakan, dan hal ini cenderung meningkatkan ketegangan sektarian.
Kekerasan sangat mempengaruhi Muslim Rohingya. Sekitar 100.000 masih hidup dalam keterbatasan di tempat-tempat kumuh di mana mereka dilarang pergerakannya, dibatasi aksesnya terhadap pendidikan dan kesehatan. Puluhan ribu Rohingya telah melarikan diri dengan perahu, banyak dari mereka meregang nyawa di lautan yang berbahaya.[IZ]