JAKARTA,(Panjimas.com) – Direktur Kontra Terorisme dan Sparatisme Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI), Yusuf Sembiring memandang isu makar yang dihembuskan Kapolri, Jendral Tito Karnavian terlalu berlebihan dan tidak mendasar.
Menurutnya, Indonesia negara hukum melindungi demonstrasi berdasar Undang-undang. Jika ada upaya makar, maka perlu adanya bukti. Yusuf mengatakan bahwa tuduhan makar sebelum ada peristiwa, justru telah melanggar Undang-undang pencemaran nama baik, organisasi atau seseorang.
“Makar itu kan terjadi setelah ada peristiwa hukumnya, kalau belum terjadi itu fitnah dan masuk pelanggaran Pencemaran Nama Baik” kata Yusuf pada Panjimas, Rabu (23/11/2016).
Yusuf menegaskan bahwa ucapan makar Kapolri, sebuah fitnah besar karena ditujukan pada jutaan umat Islam yang akan aksi pada 2 Desember mendatang. Isu makar, kata dia opini yang berlebihan dan memojokkan umat Islam.
“Ucapan makar itu sebuah fitnah yang ditujukan umat Islam yang akan melakukan aksi di 2 Desember 2016. Bukankah disampaikan aksi ini “Super Damai” melebihi damai” ucapnya.
Selain itu, Yusuf justru menyoroti Parade Kebhinekaan yang mengusung baju Romawi. Sedang Aksi Bela Islam murni fokus meminta keadilan atas Ahok sebagai penista Agama.
“Pada Parade Kebhinekaan itu kita lihat ada baju Romawi, inikan bukan kebhinekaan, sebenarnya ini yang harus ditindak lanjuti oleh Kapolri. Ini yang harus diselidiki, makar itu ya ini, dananya juga patut diselidiki” tegasnya.
Sementara itu, OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua yang ingin memisahkan diri, dan jelas-jelas melakukan makar tidak tersentuh hukum. Yusuf mempertanyakan langkah kerja Kepolisian terkhusus Densus 88 yang tidak bereaksi terhadap OPM di Papua.
“Yang merusak NKRI, kesatuan Kebhinekaan itu jelas para OPM yang ada di Papua. Maka patut dipertanyakan Kepolisian khususnya Densus tidak turun menangkap penggerak sparatisme. Karena sparatisme termasuk makar” pungkasnya. [SY]