YANGOON, (Panjimas.com) – Kekerasan di Myanmar bagian Barat khususnya di provinsi Rakhine telah menyebabkan ratusan Muslim Rohingya berupaya melarikan diri melintasi perbatasan menuju Bangladesh, hal ini dilakukan karena pemerintah Myanmar terus melancarkan operasi militer, seperti dilansir Time Magazine.
BBC mengutip pernyataan para pejabat Bangladesh mengatakan bahwa beberapa Muslim Rohingya yang berusaha melarikan diri telah ditembak dan dibunuh.
Anak-anak dilaporkan berada diantara kelompok-kelompok yang mencoba untuk melarikan diri ke Bangladesh.
Pasukan keamanan Myanmar telah mengunci, memblokade dan memberlakan negara bagian Arakan dalam zona operasi militer sejak pekan lalu, ketika 3 pos keamanan perbatasan diserang. Pemerintah mengklaim para penyerang adalah anggota sebuah kelompok ekstremis bersenjata dan operasi kontraterorisme diluncurkan.
Setidaknya 130 orang tewas sejak operasi militer dimulai di Maungdaw, di bagian utara negara Arakan, yang juga dikenal sebagai Rakhine, sementara itu menurut pengacara dari Arakan Rohingya National Organization, sedikitnya 150 Muslim Rohingya tewas di wilayah barat negara bagian Rakhine sejak Sabtu (12/11).
Maungdaw sebagian besar dihuni oleh Muslim Rohingya , kelompok minoritas teraniaya dan tak diakui kewarganegaraanya, di Maungdaw, Rohingya berjumlah sekitar 1,1 juta jiwa. Pemerintah Myanmar melihat mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.
Bantuan kemanusiaan dan akses bagi para wartawan telah ditangguhkan sejak awal operasi kontraterorisme dimulai, hal ini menyebabkan kekhawatiran bahwa warga sipil akan sangat terpengaruh.
Beberapa bantuan dilaporkan telah diizinkan mencapai 4 desa di daerah itu, yang populasinya hanya sebagian kecil sekitar 162.000 orang yang mengandalkan bantuan dari Program Pangan Dunia [World Food Programme]. Laporan-laporan sementara yang muncul menyatakan bahwa pasukan keamanan telah melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti pemerkosaan, pembunuhan di luar hukum dan penghancuran desa-desa Muslim.
Gambar-gambar satelit yang diambil antara 22 Oktober dan 10 November terungkap dan menunjukkan ratusan bangunan di desa-desa Muslim Rohingya telah terbakar habis.
HRW mengidentifikasi total sebanyak 430 bangunan hancur di 3 desa Muslim di kabupaten Maungdaw utara, berdasarkan analisis citra satelit beresolusi tinggi yang tercatat dipotret pada pagi hari tanggal 22 Oktober, 3 November, dan 10 November 2016. Dari jumlah ini, sebanyak 85 bangunan hancur di desa Pyaung Pyit (Ngar Sar Kyu), sementara 245 bangunan hancur di desa Kyet Yoe Pyin, dan 100 bangunan lainnya juga hancur di desa Wa Peik (Kyee Kan Pyin)
PBB dan AS telah menyerukan penyelidikan independen terhadap dugaan penyimpangan ini.
Pemerintah Myanmar membantah melakukan kesalahan, dan mengklaim bahwa Muslim Rohingya sendirilah yang telah menyebabkan kerusakan. Teori ini dilihat dengan skeptis oleh sebagian besar pengamat internasional.
Aung San Suu Kyi, Pemimpin de facto Myanmar, telah membuat beberapa komentar publik tentang operasi milliter di Arakan. Para pendukung HAM internasional mengkritik diamnya Suu Kyi, meskipun beberapa analis politik mengatakan peristiwa semacam itu memperlihatkan batas kewenangannya.
Partai NLD Suu Kyi mulai menguasai pemerintahan pada bulan April, ini mengakhiri beberapa dekade panjang pemerintahan militer, meskipun tentara masih mengontrol keamanan, pertahanan dan batasan antar kementerian serta memegang kekuasaan politik dan ekonomi yang signifikan.
Ketegangan meletus di Arakan sejak gelombang kerusuhan komunal antara umat Buddha dan Muslim di 2012 menewaskan lebih dari 100 orang dan memaksa sekitar 140.000 Muslim Rohingya mengungsi.
Bahkan sebuah rencana Kepolisian baru-baru ini mengumumkan untuk mempersenjatai dan melatih kekuatan sipil para warga non-Muslim dari Arakan, dan hal ini cenderung meningkatkan ketegangan sektarian.
Kekerasan sangat mempengaruhi Muslim Rohingya. Sekitar 100.000 masih hidup dalam keterbatasan di tempat-tempat kumuh di mana mereka dilarang pergerakannya, dibatasi aksesnya terhadap pendidikan dan kesehatan. Puluhan ribu Rohingya telah melarikan diri dengan perahu, banyak dari mereka meregang nyawa di lautan yang berbahaya.[IZ]