JAKARTA, (Panjimas.com) – Dunia perpolitikan dinilai dapat merubah pemikiran atau mindset seseorang dalam memaknai setiap peristiwa politik. Begitu pun dengan Presiden Joko Widodo.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPP Avokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) pernyataan Jokowi dahulu yang pernah mengatakan akan menerima massa aksi jika ada yang berdemonstrasi, bila diterapkan pada saat ini maka perpolitikan Indonesia tak akan terlalu bergejolak.
“Pada aksi bela Islam 4 November kemarin terkesan adanya penunggangan oleh oknum tertentu, padahal fokus persoalannya hanyalah pada kasus hukum penistaan agama yang melibatkan Ahok,” terang Bob dalam keterangannya, Senin (21/11/2016).
Jika dilihat dari sudut pandang teoritis, Bob melanjutkan aksi yang dilakukan umat Islam pada 4 November kemarin sama halnya dengan parade Kebhinekaan yang dilakukan ratusan orang kemarin Sabtu, (19/11/2016), yaitu keinginan penegakan supremasi hukum.
“Pada kasus Ahok ini, titik uji sebuah negara ada pada hukumnya. Mengingat penistaan agama ini pada agamanya bukan organisasinya. Jadi murni tentang hukum yang menjadi pilar demokrasi, persatuan dan kesatuan serta menjaga kebhinekaan seperti yang dimaksudkan pada aksi parade kebhinekaan pada hari Minggu kemarin,” ujar Bob.
Namum, Bob menambahkan keadaan ini malah membuat Jokowi menuduh sekelompok orang yang ingin menjatuhkannya sehingga melupakan keadaan yang sesungguhnya.
“Jokowi gagal paham dalam memaknai aksi 4 November kemarin. Sudah saatnya Presiden melakukan sebagai mana mestinya peran Presiden. Dengan image yang sudah melekat dengan dirinya yang dikenal merakyat, komunikatif dan tidak mudah dipengaruhi oleh kekuatan partai politik manapun,” pungkas praktisi hukum ini. [RN]