JAKARTA, (Panjimas.com) – Politisi Gerindra, Permadi menceritakan dirinya pernah terkena hukuman penjara atas kasus penistaan agama. Dirinya ditangkap setelah mengatakan Nabi Muhammad diktator sekitar tahun 1993 atau 1994.
“Saya lupa tepatnya tahun berapa. yang jelas terjadi antara tahun 1993 atau 1994,” katanya dalam acara diskusi publik di Kantor HMI, Jakarta, Senin (21/11).
Kisah itu berawal fitnah yang dibuat Golkar dan Abri kepada dirinya. Dirinya pernah menyatakan Partai Golkar lebih buruk dari PKI dalam sebuah acara di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. “PKI tak pernah memaksa untuk masuk ke partainya. Tapi Golkar saat itu memaksa. Semua orang diminta masuk. Lelaki, wanita, pegawai negeri, buruh dan petani,” kenangnya.
Dalam forum itu, Permadi juga mengatakan, undang-undang dasar memungkinkan presiden menjadi diktator secara konstitusional. “Soekarno diktator, Soeharto diktator,” kenangnya.
Di tengah diskusi itu, Permadi masih ingat betul, ada seorang peserta diskusi menyatakan sepakat dengan pernyataannya tentang diktator. “Rafly Harun, yang sekarang profesor tata negara, dulu masih mahasiswa. Dia bilang bahwa hanya ada satu diktator di dunia ini yang baik, yakni Nabi Muhammad. Karena bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya tapi untuk umatnya. Saya pun langsung bilang, saya sependapat dengan anda, Nabi Muhammad adalah diktator yang baik seperti yang anda katakan,” kenang Permadi.
Permadi melanjutkan, acara diskusi itu ternyata direkam oleh sekretariat UGM. Kemudian dibagi-bagi. Saya pun mendapatkan satu yang asli. Namun rekaman itu jatuh ke tangan Harmoko.
“Kemudian rekaman dipotong-potong, ucapan Rafly Harun tidak ada, yang ada hanya jawaban saya, Nabi Muhammad Diktator. Disebar luaskan ke umat Islam. Langsung ribuan umat Islam datang ke Kejaksaan Agung, lalu datang ke rumah saya sambil membawa poster, tangkap Permadi, gantung Permadi. darah Permadi halal. Saya langsung ditangkap dan dipenjara,” katanya.
Memasuki persidangan, Permadi membawa rekaman utuh kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. “Hakim heran. Dia tahu karena ini rekayasa,” kata Permadi.
Di persidangan, majelis hakim memvonis Permadi dengan hukuman tujuh bulan penjara. “Saya ditahan di penjara Yogyakarta,” katanya.
Ketika ditahan, Permadi menghuni satu sel dengan sejumlah orang yang dikiranya tahanan biasa. “Orangnya tegap-tegap, potongan rambutnya cepak. Saya pikir tentara desersi,” ujar Permadi.
Begitu sebulan menjalani tahanan, Permadi kemudian dibebaskan. Seorang penghuni tahanan juga keluar, dan mengaku kepadanya bahwa dia bukanlah narapidana. “Orang itu bilang diperintah pak Benny Moerdani agar melindungi saya selama ditahan. Karena ada yang ingin membunuh saya,” ujar Permadi.
Ketika masuk ke Partai Gerindra, Permadi pun mendengar dari mulut Prabowo Subianto tentang rencana pembunuhan terhadap dirinya. “Prabowo mengakui mendapat perintah untuk membunuh saya,” ujar Permadi.
Karena hal yang dialami dirinya sama dengan Ahok berupa kasus penistaan agama. Dirinya meminta Kapolri bersikap adil dan jangan diskriminasi.
“Kenapa ahok tidak ditangkap? Tetapi saya dan pelaku penista agama lainnya yang pribumi ditangkap. Seperti Aswendo, Lia Aminudin dan pelaku lainnya,” pungkasnya. [TM]