WASHINGTON, (Panjimas.com) – Kejahatan kebencian menargetkan umat Muslim di AS meningkat sebanyak 67 persen tahun lalu, demikian pernyataan FBI dalam laporan tahunan yang dirilis Senin (15/11), dilansir Anadolu.
Kenaikan tersebut merupakan bagian dari kenaikan 7 persen secara keseluruhan dalam kejahatan kebencian di AS tahun lalu.
Dari 7.121 korban yang diidentifikasi dalam laporan tersebut, hampir 20 persen menjadi sasaran karena alasan agamanya, pungkas FBI dalam laporan tahunannya.
Dalih kebencian Agama, adalah motivasi paling tinggi kedua dari para pelaku kejahatan kebencian, selain karena alasan ras atau etnis.
Serangan kejahatan kebencian anti-Islam merupakan yang tertinggi kedua sebanyak 22 persen dari total, diatasnya adalah anti-Yahudi yang menyumbang lebih dari setengah, ini juga membuat Yahudi mejadi kelompok yang paling ditargetkan di AS.
Temuan ini juga mencatat keluhan dari masyarakat Muslim-Amerika bahwa Muslim AS telah mengalami peningkatan dramatis dalam hal jumlah serangan-serangan Islamofobia.
Secara total pada tahun 2015 saja tercatat 257 insiden anti-Muslim yang menargetkan 307 Muslim, menurut FBI.
Itu adalah angka tertinggi sejak insiden 11 September 2001.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya telah melihat lompatan tajam dalam insiden anti-Muslim secara nasional tahun lalu.
“Kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, ditengah kefanatikan dari semua jenis, haruslah ditolak dalam istilah terkuat oleh semua pemimpin bangsa kita, dimulai dengan Presiden terpilih Donald Trump,” tegas Direktur CAIR Urusan Pemerintahan Robert McCaw.
Pada beberapa kesempatan selama siklus pemilu, Trump telah menargetkan Muslim, yang paling kontroversial ketika Trump menyerukan larangan masuk bagi Muslim.
Sementara itu tidak diketahui, jika kebijakan pelarangan Muslim itu benar-benar akan berlaku setelah ia resmi mengambil sumpah Presiden AS pada bulan Januari mendatang.
Laporan serangan anti-Islam terus meningkat mengenai serangan kejahatan kebencian di seluruh negeri.
Southern Poverty Law Center, organisasi non-profit yang memerangi kejahatan kebencian, mengatakan telah melacak 315 kasus “pelecehan kebencian dan intimidasi” sejak hari pemilihan saja. [IZ]