JAKARTA (Panjimas.com) – Bendahara sekaligus anggota tim advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI, H Luthfie Hakim, SH, MH mengatakan, penelusuran aliran dana Aksi Belas Islam II oleh Bareskrim Mabes Polri adalah satu hal yang tak terpisahkan dari representasi pemerintah saat ini. Di mana, saat ini ada indikasi upaya mengkerdilkan Aksi Bela Islam yang menuntut Ahok diadili.
Hal itu disampaikan Luthfie merespon sikap Kabareskrim, Komjen Ari Dono yang mengaku akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana GNPF-MUI selaku panitia Aksi Bela Islam yang diikuti jutaan kaum Muslimin.
“Mereka menyikapi aksi ini tidak dengan sikap welcome, mereka ingin mengkerdilkan aksi tersebut serta ingin mencegah adanya aksi-aksi ke depan,” kata Luthfie Hakim kepada Panjimas.com, Selasa (8/11/2016).
Ia mengambil contoh, bagaimana pernyataan Jokowi yang mengarah pada jutaan kaum Muslimin yang hadir dalam Aksi Bela Islam, sebagai kelompok kecil.
“Termasuk hari ini, Jokowi mengatakan di depan polisi-polisi -yang mungkin nggak satu abad sekali mereka dikumpulkan dalam jumlah banyak seperti itu- yang intinya dia bilang jangan takut dengan sekelompok kecil,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Luthfie juga melihat ada upaya melakukan kriminalisasi terhadap GNPF-MUI, yang telah memperjuangkan aspirasi umat Islam di Indonesia, terkait kasus Ahok.
“Dengan mereka mempertanyakannya saja itu sudah mengkriminalisasi, bahwa seolah-olah kita ada sesuatu something went wrong, sesuatu yang salah dalam berjalannya aksi ini, arahnya ke sana,” ujarnya.
Untuk itu, Luthfie mengimbau kepada kaum Muslimin, para aktivis dari berbagai elemen bangsa, agar tidak surut langkah, sebab perjuangan masih panjang.
“Jadi yang kita hadapi dengan gambaran seperti ini, Ahok itu cuma pion saja, di balik itu ada banyak person, elemen, institusi atau pemegang kunci di negeri ini,” tutupnya. [AW]