JAKARTA, (Panjimas.com) – Aksi damai di Istana Negara pada Jumat (04/11) yang menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok segera diproses hukum atas kejahatan penistaan agama, berjalan damai. Kericuhan pecah saat aparat kepolisian melepaskan tembakan gas air mata ke arah demonstran. Himbauan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian kepada seluruh anggotanya diabaikan, ratusan kali gas air mata tetap dilepaskan sehingga mengenai pimpinan dan massa aksi damai yang sedang dikomando duduk.
“Saya Jenderal Tito Karnavian, Kapolri, saya minta ke anggota polri dan saudara-saudaraku pengunjuk rasa kembali. Kita semua adalah saudara kita semua memiliki keluarga di rumah masing-masing, saya meminta agar menghentikan tembakan-tembakan (gas air mata),” ujar Kapolri melalui pengeras suara.
Pernyataan Kapolri yang tidak digubris bawahannya itu kemudian diperkeruh dan diperparah dengan sikap Presiden Jokowi yang tidak tegas serta melarikan diri dari masalah yang ada di depan Istana Kepresidenan. Bahkan Presiden justru menuduh bahwa Aksi Damai 4 November 2016 yang diikuti 2 juta masa tersebut di tunggangi Aktor Politik.
“Serangan Polisi kepada massa yang sedang membaca doa dengan menggunakan gas air mata berasal dari mobil dan senjata tangan. Jenis gas air mata yang digunakan adalah RED cartridges “Pepper flash” 30mg dan RED cartridges “Extra strong” 45mg. Gas air mata jenis RED cartridges tersebut ditembakan puluhan kali kearah pimpinan massa (Ulama, Habaib dan Kiai). Ini adalah upaya pembataian massal.” Mohammad Hariadi Nasution, Sh., Mh., Cla.
Ketua PUSHAMI. Ahad, (6/11).
Ada kesalahan prosedur dan “Komando Siluman” di dalam pihak keamanan yang memerintah menembakan gas air mata kearah peserta aksi damai sehingga menyebabkan korban terluka dan meninggal dunia.
Menurut PUSHAMI, tindakan pihak Kepolisian tersebut di atas menyebabkan situasi aksi damai berubah menjadi memanas, meyebabkan banyak korban terluka serta meninggal dunia.
Presiden Jokowi memperkeruh suasana dengan meninggalkan Istana saat 2 jutaan rakyat berada di depan Istana menuntut keadilan hukum atas penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
“PUSHAMI, meminta Komnas HAM dan DPR RI mengusut, memanggil, dan menghukum seberat-beratnya Oknum Polisi pelaku “Komando Siluman” dan anggotanya, yang memerintahkan tembakan gas air mata sehingga menyebabkan banyak korban terluka serta meninggal dunia. “ tambahnya.
Pihak Kepolisian bertanggung jawab atas korban luka dan meninggal dunia.
Selanjutnya PUSHAMI, menuntut Presiden Jokowi mengungkap dan membuktikan tuduhannya secara hukum dan terbuka aktor politik yang dimaksud dalam aksi damai 4 november 2016. [RN]