SOLO, (Panjimas.com) – Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi pada tanggal 4 November pada intinya terjadi karena kekecewaan ummat Islam terhadap penistaan yang dilakukan oleh oknum pemerintahan terhadap Al-qur’an.
Adanya penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Al quran menimbulkan ketersinggungan dari kalangan umat Islam. Ditambahi lagi dengan kurang sigapnya aparat penegak hukum dalam menindak penistaan tersebut, dan terlihat seakan-akan melindungi Basuki Tjahaja Purnama dari pertanggungjawaban atas pernyataannya.
Konsekuensi dari sebuah demokrasi adalah kembali kepada penegakan hukum yang ada, hal itu menjadi penting untuk menunjukkan salah atau tidaknya Basuki Tjahaja Purnama.
Aksi demonstrasi tersebut diikuti oleh berbagai kelompok dan dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Kasus ini membangkitkan ummat Islam berbondong-bondong dari daerah menuju Jakarta untuk menyampaikan aspirasinya. Maka aksi demonstrasi yang dilakukan harus pula disampaikan dengan baik dan tidak keluar dari kasus penistaaan, jangan sampai ada provokasi yang mengarahkan aksi demonstrasi menjadi konflik horizontal yang justru dimanfaatkan oleh beberapa pihak dan merugikan para demonstran, masyarakat, dan juga bangsa Indonesia.
Merefleksikan dari peristiwa ini maka pemerintah perlu pula mengevaluasi kebijakan-kebijakan terkait kasus-kasus yang sensitif mengenai Suku, Agama, Ras, dan antar golongan.
“Menanggapi dari hal tersebut diatas, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surakarta Menuntut penyelesaian proses hukum secara tegas terhadap kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.” Ujar Much. Pandu Irawan Ketua Umum HMI cabang Surakarta. Jumat, (4/11).
Menolak segala bentuk politisasi dan provokasi konflik dalam aksi damai 4 November.
HMI Cabang Surakarta juga menuntut pemerintah memperbaiki upaya-upaya preventif hingga penindakan tegas terhadap isu gesekan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). [RN]