JAKARTA, (Panjimas.com) – Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI telah menyerahkan laporan awal dana kampanye (LADK) mereka kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, Kamis (27/10) lalu. Namun, Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai ada kejanggalan pada laporan keuangan tersebut, khususnya LADK yang diserahkan paslon nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (Ahok-Djarot).
“Laporan dana kampanye (Ahok) masih diragukan, karena angka penerimaan yang dilaporkannya tidak sesuai dengan pengeluaran yang sebenarnya,” ujar Uchok, Ahad (30/10). Demikian dilansir republika.
Dia menuturkan, Ahok sudah mulai ‘bergerilya’ menghadapi Pilkada DKI 2017 sejak dibentuknya perkumpulan Teman Ahok pada pertengahan tahun lalu. Akan tetapi, penerimaan dan pengeluaran dana yang dilakukan perkumpulan itu sama sekali tidak dicantumkan sang pejawat dalam laporan dana awal kampanyenya kepada KPU DKI.
“Seharusnyan Ahok juga mencantumkan dana operasional Teman Ahok sebagai sumbangan badan hukum swasta dalam laporan dana kampanyenya,” ucapnya.
Menurut Uchok, Teman Ahok masuk dalam kategori badan hukum swasta karena pembentukan perkumpulan itu telah dilegalisasi dengan akta notaris pada 16 Juni 2015. Sesuai aturan yang termaktub dalam UU Pilkada, setiap dana yang berhubungan dengan kegiatan kampanye seorang kandidat harus dilaporkan kepada KPU. Oleh karenanya, kata dia, tidak ada alasan bagi Ahok untuk tidak melaporkan penerimaan dan pengeluaran dana Teman Ahok ke KPU DKI.
“Pertanyaannya, mengapa Ahok tidak mencantumkan sumbangan dana badan hukum swasta tersebut dalam laporannya ke KPU? Saya berani mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak wajar di sini. Ada yang nggak transparan,” tuturnya.
Teman Ahok selama ini terlibat aktif melakukan kampanye kepada masyarakat dengan mengumpulkan dukungan satu juta KTP warga Jakarta untuk Ahok di berbagai tempat. Ketika itu, Ahok digembar-gemborkan bakal maju di Pilkada DKI melalui jalur perseorangan (independen).
Pengumpulan KTP tersebut bahkan juga dilakukan Teman Ahok dengan membuka stand-stand khusus di sejumlah pusat perbelanjaan di Ibu Kota. Menurut Uchok, kegiatan semacam itu tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya dukungan modal yang besar dari pihak-pihak tertentu.
“Antara penerimaan dana kampanye yang dilaporkan Ahok ke KPU dengan kegiatan atau gerakan yang dilakukan orang-orangnya di lapangan sangat jomplang. Mereka menyebut penerimaannya minim, tapi belanjanya ternyata sangat besar,” kata Uchok.
KPU Provinsi DKI Jakarta telah menerima laporan awal dana kampanye dari semua pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang bertarung di Pilkada DKI 2017. Laporan keuangan itu diterima lembaga penyelenggara pemilu tersebut pada Kamis (27/10) lalu.
Berdasarkan data yang diperoleh Republika.co.id, penerimaan dana awal kampanye paslon Ahok-Djarot yang dilaporkan ke KPU DKI tercatat dengan total Rp 209,94 juta. Perinciannya, uang yang dikumpulkan paslon sebesar Rp 1 juta, dan dana sumbangan dari gabungan partai politik sebanyak Rp 208,94 juta.
Sementara, jumlah dana yang sudah dibelanjakan oleh paslon nomor urut dua tersebut sampai sejauh ini tercatat Rp 182,68 juta. Perinciannya, biaya untuk pertemuan tatap muka sebesar Rp 28,38 juta, pembuatan desain alat peraga kampanye Rp 51,05 juta, pembelian peralatan, Rp 11,77 juta, dan lain-lainnya Rp 91,47 juta. Ada pun sisa saldo dana awal kampanye paslon Ahok-Djarot saat ini adalah Rp 27,25 juta. Sebanyak 26,25 juta di antaranya dalam bentuk tunai, sedangkan yang Rp 1 juta lagi dalam rekening khusus. [RN]