JAKARTA, (Panjimas.com) – Maraknya isu serbuan buruh asing dan gesekan sosial yang muncul di berbagai daerah belakangan ini menjadi perhatian publik. Menanggapi hal tersebut, Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI telah menggelar Sarasehan Demokrasi pada hari Sabtu (29/10/2016) di Sekretariat PP KAMMI, Jakarta.
Sarasehan Demokrasi tersebut menghadirkan Ferdinand Hutahaean (Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia) yang didaulat sebagai narasumber dan Irawan Malebra (Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI) sebagai moderator dalam diskusi yang mengangkat tema “Ada Apa dengan Tenaga Kerja Asing di Indonesia?”.
“Belakangan ini kita diresahkan dengan munculnya serbuan buruh asing, khususnya buruh China. Data Kemenakertrans menyatakan sekitar 70.000 buruh asing masuk ke Indonesia per tahunnya, sedangkan angka pengangguran kita mencapai 7 juta orang. Apakah kondisi ini sengaja diciptakan pemerintah?”, pantik Irawan membuka diskusi.
Menanggapi isu buruh asing, Ferdinand Hutahaean mengatakan bahwa situasi ini terjadi berawal dari proyek infrastruktur Jokowi. “Utang ratusan trilyun pemerintah terhadap China dalam proyek infrastruktur ini yang menyebabkan Jokowi membiarkan kepentingan asing masuk, harus menurut pada kepentingan China”, ungkapnya.
“Proyek infrastruktur Jokowi tidak menguntungkan Indonesia karena bahan baku, semen, alat produksi, materialnya semua diimpor dari China. Bahkan buruh kasarnya juga didatangkan dari China dan uang gajinya juga dibayarkan di sana. Sehingga perputaran uang hanya terjadi di China dan tidak mengalir ke Indonesia”, tegas Ferdinand.
Tokoh Rumah Amanah Rakyat itu juga mempertanyakan nasionalisme pemerintahan Jokowi. “Presiden sepertinya tidak mampu menjaga Indonesia dari kepungan buruh asing. Apakah rezim ini benar bekerja untuk rakyat atau untuk kepentingan pribadi dan pemodal?”.
“Saya menemukan banyak kasus buruh asing ilegal di seluruh Indonesia. Ada kasus di Banten, Sulawesi bahkan Papua, jika diperkirakan jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu orang. Dalam proyek PLTU di Banten, buruh kasarnya berasal dari China, mereka tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali”, ujarnya.
Ferdinand juga kembali mengangkat insiden Lion Air yang diduga sebagai bagian dari desain operasi intelijen asing yang dibiarkan pemerintah. “Tidak mungkin pihak imigrasi dan intelijen Indonesia tidak mengetahui sabotase tersebut. Pasti ada pembiaran dari imigrasi agar penumpang asing tersebut bisa masuk Indonesia tanpa pengawasan”.
“Saya menduga intelijen ikut bermain dan pasti tahu sabotase yang terjadi pada Lion Air. Kita semua tahu siapa Rusdi Kirana, pemilik Lion Air, dan bagaimana posisinya dalam rezim Jokowi saat ini”, sindir Ferdinand.
Senada dengan pernyataan tersebut Wakil Ketua Umum PP KAMMI, Arif Susanto, menyatakan kondisi bangsa sudah kritis dan seharusnya rakyat dan mahasiswa sudah menuntut mosi tidak percaya atas kepemimpinan Jokowi.
“Gerakan mahasiswa harus segera merapatkan barisan akibat kebijakan rezim yang berpihak pada asing-aseng. Rakyat bisa saja mengeluarkan mosi tidak percaya karena keadaan sudah hampir mencapai titik klimaks. Penggusuran dimana-mana, buruh asing menyerbu, ekonomi sulit dan pengangguran membludak”, tegasnya.
Arif menambahkan, “Saat ini negara kita telah menjadi negara korporotokrasi, dimana bangsa ini diatur oleh kepentingan modal dan korporasi asing. Ada sebuah operasi besar yang sedang mengambil hak-hak dasar pribumi atas nama pluralisme. Jangan sampai Indonesia seperti Singapura dimana pribumi menjadi tersingkir dan terpinggirkan”.
“KAMMI akan mengawal pemerintah agar tidak bermain mata dengan kapitalisme asing-aseng yang menindas pribumi dan buruh lokal. KAMMI akan mendorong dibentuknya Kaukus Pengawasan Tenaga Kerja Asing. Kemudian mengawasi kinerja pihak Imigrasi, Kemenakertrans dan Kementerian BUMN agar tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan anak bangsa”, tandasnya. [RN]