JAKARTA (Panjimas.com) – Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil meminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrikm) Mabes Polri, tidak main-main dengan tuntutan pengunjuk rasa atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok.
Secara pribadi, politikus Partai Keadilan Sejahtera ini merasa prihatin. Sebab, kepolisian di bawa kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian harus menanggung beban dalam kasus ini. “Kasihan Pak Tito, harus menanggung ini semua,” kata Nasir kepada JPNN.com, Senin (31/10).
Publik, kata Nasir, menilai ada intervensi terhadap Polri dalam melakukan penegakan hukum kepada penista agama.
“Begitulah kira-kira kesan yang ditangkap publik (ada intervensi). Kepolisian juga tidak boleh main-main dengan tuntutan mereka yang melaporkan Basuki ke Bareskrim. Saya prbadi sayang lihat Pak Tito, Ari Dono, Iriawan, harus menanggung ini semuanya,” ujarnya.
Dalam posisinya, lanjut Nasir, Jenderal Tito dan jajaran harus menunjukkan komitmen bahwa polisi berdiri di atas semua kepentingan. Baik itu kepentingan rakyat maupun penegakan hukum. Bila hukum tidak ditegakkan, dia khawatir terjadi chaos dan ketidakstabilan di tengah masyarakat.
Politikus asal Aceh ini juga menilai kepolisian belum solid dalam menyikapi aksi unjuk rasa 4 November. Ini terlihat dari beredarnya surat Korps Brimob yang menyatakan siaga satu di media media sosial, tapi kemudian dibantah bahwa itu dibuat agar personel tidak cuti.
“Ini kan sesuatu yang jadi tertawaan publik. Masa iya, dibuat itu hanya untuk gak bisa cuti. Ini kesalahan menurut saya, kesalahan fatal bagi kepolisian dan makin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian,” jelasnya.
Begitu juga dengan adanya instruksi tembak di tempat dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan. Meski belakang dibantah tidak ada perintah itu. Bila itu benar ada, Nasir menilai kepolisian terlalu berlebihan. Dan ada kesan Polri bukan melindungi, justru menakut-nakuti masyarakat.
“Kok masyarakat yang mau unjuk rasa ditakut-takuti, ditembak. Mereka kan sudah menunjukkan contoh ketika aksi damai sebelumnya. Kemudian publik menilai, ah jangan-jangan Polda Metro sudah terkooptasi dengan pengaruh gubernur petahana. Itu kan penilaian masyarakat,” sebutnya.
Nasir mengajak kepolisian sebaiknya memberikan seruan-seruan bernada positif, bukan justru negatif. Sebab, ketika ruang berunjukrasa diberikan, polisi sudah siap mengamankan dan melindungi para pengunjuk rasa. Bukan membiarkan terjadi chaos.
“Jangan sampai polisi lebih menggunakan pendekatan keamanan. Polri harus kerja sama dengan elemen lain, TNI, maupun masyarakat untuk menjaga kondisi Jakarta itu aman, damai,” pungkasnya. [AW/JPNN]