BANDA ACEH, (Panjimas.com) – Ketua Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky menyatakan bahwa pihak yang mendesak penghapusan hukumam cambuk di Aceh, adalah mereka yang tak paham persoalan Aceh.
Hal itu disampaikan Iskandar Usman Alfarlaky, Selasa (25/10/2016), menanggapi permintaan LSM ICJR (Isntitute For Criminal Justice Reform) dan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) untuk menghapus hukum cambuk di Aceh. Demikian dilansir serambi.
Menurut Alfarlaky, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat merupakan produk hukum yang kelahirannya menjadi bagian dari kewenangan istimewa pemerintahan Aceh.
“Tidak benar jika ada pihak yang sekonyong-konyong menuding penerapan hukum cambuk telah bertentangan dengan produk hukum nasional. Ini adalah kewenangan khusus yang dimiliki Aceh dan tidak boleh diperdebatkan lagi sekalipun dunia Internasional mempersoalkannya,” tegas Alfarlaky.
Dikatakan, kewenangan pemberlakuan syariat Islam termasuk dalam hal penerapan sistem hukum sejalan dengan kaidah keislaman di Aceh.
“Dan ini merupakan amanah dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” kata dia.
Melalui aturan itu, Aceh sebagai sebuah daerah yang mayoritas masyarakatnya penganut muslim dapat melaksanakan kehidupan sosial, budaya, dan juga hukum sesuai dengan akidah keislaman.
“Itu hak Aceh. Negara juga telah memberikan kewenangan khusus sehingga legalitas penerapan hukum jinayat seperti yang selama ini terjadi di Aceh merupakan sesuatu yang sah,” tegasnya.
Iskandar menambahkan, pelaksanaan hukum syariat di Aceh hanya menyasar penduduk beragama Islam. Selain tidak menciderai penganut agama lain, hal ini sekaligus mencegah terjadinya duplikasi penerapan hukum yang juga diatur dalam KUHP.
“Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan dan menjamin kenyamanan bagi kalangan minoritas. Silahkan saja dicek apakah ada warga non-muslim yang dicambuk? Dan bagi mereka yang sudah dihukum dengan hukuman cambuk tentu tidak akan dijerat dengan pasal KUHP,” papar Iskandar Usman.
Alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh ini juga membantah jika penerapan hukum cambuk dianggap bertentangan dengan hukum Internasional.
Dia mengatakan, dunia Internasional tidak akan membatasi penganut agama manapun untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sejalan dengan kepercayaan masing-masing.
“Kalaupun ada yang mempertentangkan, maka hal itu bukanlah sesuatu yang berdasar. Kami mencurigai itu hanya ulah dari kelompok yang anti-Islam,” pungkasnya. [RN]