BANGKOK, (Panjimas.com) – Organisasi Muslim Thailand mengecam serangkaian penangkapan sewenang-wenang baru-baru ini oleh Kepolisian Bangkok atas puluhan pemuda dan mahasiswa di wilayah Thailand selatan, menyusul informasi yang muncul awal bulan ini terkait dugaan skenario serangan bom, seperti dilansir Bangkok Post.
Presiden Federasi Mahasiswa Patani, yang mewakili Organisasi Pemuda Muslim Thailand dan budaya etnis Melayu, menyatakan keprihatinan pihaknya tentang “konteks dan waktu dari serangan seperti ini yang dapat menimbulkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia”.
“Dalam situasi politik yang rapuh ini, kami takut bahwa Bangkok akan menggunakan kami, orang-orang dari Pattani [provinsi], sebagai kambing hitam dan pion dalam permainan dan pertarungan politik mereka,” kata Arfin Soh kepada Bangkok Post.
“Kami mendesak komunitas internasional untuk memperhatikan masalah ini,” tegasnya.
Sejak hari Senin (17/10), ketika Kepolisian Bangkok memperingatkan adanya plot serangan bom yang diduga direncanakan untuk akhir Oktober, sebanyak 48 Mahasiswa Muslim Thailand dan pemuda dari wilayah selatan telah ditangkap di berbagai lokasi di ibukota, mengutip laporan Bangkok Post.
Dari puluhan pemuda dan mahasiswa yang ditangkap, 25 diantaranya kemudian dibebaskan tanpa tuduhan, sementara sisanya sekitar 23 pemuda ditahan di dalam penjara ataupun di fasilitas tahanan militer.
4 dari mereka telah didakwa dengan tuduhan kepemilikan daun-daun Krathom, tumbuhan mengandung zat adiktif yang dilarang di Thailand, demikain menurut laporan situs berita Prachatai melaporkan hari Kamis.
Prachatai juga mengutip salah satu mahasiswa yang telah dibebaskan, mengatakan bahwa petugas polisi bahkan tidak tahu nama-nama para pemuda dan mahasiswa yang mereka tangkap itu.
Pattani, Yala dan Narathiwat merupakan 3 Provinsi di wilayah selatan Thailand di mana sekitar 80 persen dari populasinya terdiri dari warga Muslim etnis Melayu.
Perlawanan terhadap pemerintah pusat yang terus mendholimi penduduk muslim telah dilancarkan di wilayah tersebut selama beberapa dekade terakhir.
Sejak kekerasan meletus pada tahun 2004, sekitar 7.000 orang, Muslim tewas dan 11.000 lainnya menderita luka-luka, akibat kekerasan dan bentrokan.
Razia dan penggrebekan dilakukan di ibukota Bangkok pekan ini, setelah informasi intelijen muncul awal bulan ini dengan dugaan plot serangan bom yang dikatakan direncanakan untuk menandai ulang tahun ke-12 dari pembantaian puluhan Muslim Melayu.
Pada 12 Oktober 2004, Unit Militer Thailand menembaki para massa aksi damai, hingga menewaskan 7 jiwa di Tak Bail di provinsi Narathiwat. Ratusan warga desa ditangkap dan dimasukkan ke dalam truk untuk dikirim ke sebuah kamp militer di provinsi Pattani. Dalam kondisi penuh sesak, 78 jiwa manusia lebih tewas karena sesak napas selama perjalanan itu.
Sementara penangkapan sewenang-wenang terhadap warga Muslim Melayu telah menjadi rutinitas di wilayah selatan Thailand sejak tahun 2004, sementara peristiwa penangkapan terhadap Muslim jarang terjadi di ibukota Bangkok, seperti kasus terakhir dimana 48 pemuda dan mahasiswa secara sewenang-wenang ditangkapi.
Hakim Japantikor, seorang Muslim pembela HAM di wilayah selatan, mengatakan kepada Bangkok Post pada hari Ahad (16/10), “Kami telah melihat pola penangkapan sewenang-wenang seringkali terjadi di wlayah selatan … Kami sekarang bertanya-tanya apakah ini akan menjadi praktek yang normal di ibukota atau tidak.” tegasnya. [IZ]