DEPOK (Panjimas.com) – Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH M Cholil Nafis, Lc, Ph.D, membantah semua tudingan yang menyatakan MUI telah membuat gaduh dan telah berpolitik.
Hal itu disampaikan KH Cholil Nafis mengingat banyaknya serangan di media terhadap MUI, pasca terbitnya Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI Pusat tentang penistaan agama yang dilakukan Ahok.
“Inilah serangan kepada MUI yang banyak beredar di media. Anggapan bikin gaduh itu hanya orang yang tak tahu asal usul masalahnya. Jika tahu siapa yang bikin gaduh, ya pasti orang yang menuduh, orang membohongi orang lain pakai surat Al-Maidah ayat 51 dan juga orang yang menyebarkan videonya,” ungkap KH Cholil Nafis melalui akun media sosial Facebook miliknya, Rabu (19/10/2016).
Sebaliknya, menurut KH Cholil, MUI telah berupaya keras menenangkan kegaduhan yang ada. Hingga terbitnya sikap MUI.
“Lalu MUI sebagai apa? tentu MUI itu menetralisir kegaduhan agar tidak terjadi anarkhis. Maka MUI mengajak masyarakat sadar hukum dan rujukannya adalah keputusan hukum. Jika kontroversi tentang penistaan agama tidak segera ditegaskan oleh MUI maka dikhawatirkan masyarakat mengambil tindakan hukum sendiri-sendiri sehingga terjadi kemarahan massal dan kerusuhan,” jelasnya.
Kemudian saat disinggung apakah apakah MUI politis dengan Sikap dan Pendapat Kegamaan yang telah diterbitkan. KH Cholil membantahnya.
“Itu pasti orang yang biasa memainkan politik yang punya dugaan itu. Sebab MUI dalam sikap keagamaannya hanya berkenaan dengan pernyataan Ahok yang menyebutkan tentang sikap beragama dan tak menyinggung soal politik. Menjelaskan pemahaman tentang surat Al-Maidah ayat 51 itu murni soal agama. Masalahnya menjadi politik karena yang memberi pernyataan itu adalah petahana yang sedang menyalonkan diri kembali dan menafsirkan ayat agama yang tak dianut oleh dirinya sendiri,” paparnya.
“Sebenarnya, bukan MUI yang memasuki wilayah politik tapi Ahok yang mencampuri urusannya MUI,” sambungnya.
Lalu menyikapi desakan agar MUI mencabut pernyataan sikapnya, KH Cholil menegaskan bahwa hal itu adalah hak dan keyakinan yang dijamin oleh Undang Undang.
“Tentu tak perlu dicabut karena sesuai dengan keyakinan agama dan dilindungi oleh Undang Undang. MUI bukan lembaga negara juga bukan pengadilan. Konstitusi kita menjamin, siapapun berhak menyatakan sikap apalagi MUI yang ditunggu oleh masyarakat untuk menjelaskan paham keagamaan. Bahkan individu yang mengeluarkan fatwa itu bebas dan berhak untuk menyatakan pendapat sesuai dengan keyakinannya asal tidak menistakan dan merendahkan agama dan orang lain,” ujarnya.
Fatwa atau sikap beragama itu, ungkap KH Cholil, adalah hak seluruh anak bangsa dan kelompok masyarakat yang dilindungi oleh Undang Undang di Indonesia. MUI hanya menjawab pertanyaan masyarakat yang menjadi kewenangan MUI.
“Jangan salah, sikap ini merupakan respon dan reaksi terhadap aksi yang dilakukan oleh Ahok dan masyarakat,” bebernya.
Ia pun menegaskan, bahwa sesungguhnya bukan MUI yang telah membuat gaduh.
“Jadi, yang bikin gaduh ya Ahok yang diolah orang lain, sementara posisi MUI itu menenangkan dan meluruskan kerangka beragama dan berbangsa agar sesuai Undang Undang dan taat hukum,” tandasnya.
“Mari kita tunggu kerja aparat penegak hukum agar ada kepastian hukum, apakah ucapak Ahok itu menistakanan agama? kepastian hukum ini penting untuk menjadi pembelajaran bagi anak bangsa,” tutupnya. [AW]