JAKARTA, (Panjimas.com) – Komisi 3 DPR RI di masa yang lalu pernah membuat keputusan agar dalam masa pilkada, aparat penegak hukum tidak memproses seorang kandidat yang bermasalah dengan hukum karena berpotensi menciptakan kerusuhan sosial pada tingkat pendukung dan konstituennya. Tetapi, anjuran itu lebih banyak pada kasus pidana yang terkait dengan korupsi atau pidana yang potensi instabilitas sosialnya muncul belakangan.
“Tetapi, dalam kasus dugaan pelanggaran pasal perbuatan pidana pada petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), maka kekisruhan dan keresahan sosial sebetulnya sudah terjadi. Oleh sebab itu, pilihannya adalah justru mempercepat proses hukumnya sebab inilah satu-satunya jalan yang bisa mengakhiri ketidakpastian.” Ujar Fahri Hazah Wakil Ketua DPR RI dalam releasenya Kamis, (13/10).
Jika aparat hukum justru menunda sementara keresahan masyarakat terus meningkat, maka tidak saja pilkada yang terganggu, tetapi kita sebagai warga Jakarta dan seluruh warga negara turut terganggu.
Dalam UU Pilkada, justru dengan alasan menjaga stabilitas sosial dan politik pilkada bisa ditunda sejenak untuk membiarkan situasi masyarakatnya kondusif untuk mengikuti pilkada. Jangan lupa bahwa ini ibukota, penegak hukum dan keamanan tidak boleh membuat spekulasi. [RN]