JAKARTA, (Panjimas.com) – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendesak pemerintah untuk lebih serius menyikapi ketimpangan kondisi Papua dengan daerah lainnya. Beberapa saat sebelumnya pada Rabu (28/9), enam negara Pasifik dalam Sidang Umum PBB menyindir Indonesia akan adanya dugaan pelanggaran HAM di Papua.
Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh diplomat muda Nara Rakhmatia menyangkal dan menganggap sindiran tersebut sebagai bagian dari intervensi politik terhadap masalah Papua. KAMMI mengapresiasi upaya pembelaan yang dilakukan diplomat Nara Rakhmatia, namun KAMMI menilai apa yang disampaikan Nara cenderung berlebihan seolah Papua baik-baik saja.
“Upaya pembelaan yang dilakukan oleh diplomat Nara Rakhmatia perlu diapresiasi, tetapi harus tetap dikritisi karena terkesan meyakinkan dunia internasional bahwa tidak ada masalah di Papua, padahal Papua sedang kritis dan perlu diprioritaskan oleh pemerintah”, ungkap Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono, Rabu (6/10).
Fakta menunjukkan semakin banyak korban jiwa berjatuhan akibat ulah kelompok separatis bersenjata maupun aparat keamanan. Kelompok separatis pada Maret lalu menewaskan empat pekerja pembangunan jalan Trans Papua, dan pada September kemarin menewaskan seorang guru. Juga penembakan warga oleh aparat yang kerap terjadi menunjukkan bahwa kondisi Papua tidak baik-baik saja. Kondisi ini jika dibiarkan berlarut akan mengancam keutuhan NKRI.
Wibisono juga menyayangkan mengapa dalam forum Sidang Umum PBB dimana kepala negara lain yang berbicara, Indonesia hanya mengirimkan diplomat muda. Padahal Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir disana.
“Wapres Jusuf Kalla selaku perwakilan kepala negara yang hadir seharusnya mampu menjawab pertanyaan dari sejumlah kepala negara Pasifik tersebut. Dengan diutusnya diplomat muda, ini menunjukkan ketidakseriusan Indonesia dan seolah meremehkan negara-negara Pasifik”, tegas Wibisono.
“Kedepannya pemerintah Indonesia perlu merangkul hubungan baik dengan negara-negara Melanesia tersebut dan mencegah intervensi asing terhadap Papua. Jika negara-negara yang memiliki perhatian terhadap Papua diabaikan oleh Indonesia, mereka akan mencari jalur lain dalam membantu Papua, alih-alih mendukung gerakan separatis”, tandasnya.
Selaras dengan pernyataan tersebut, Peneliti Departemen Kajian Internasional PP KAMMI, Ahmad Jilul Qurani Farid menyatakan sindiran negara-negara Pasifik dalam Sidang Umum PBB ini seharusnya menjadi momen introspeksi pemerintah Indonesia untuk terus menjamin pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Papua.
“Semakin maraknya dukungan terhadap gerakan separatis papua dan manuver negara-negara Pasifik seharusnya membuat pemerintah mengevaluasi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan Papua. Orientasi pembangunan di Papua seharusnya berpihak pada rakyat Papua dan bukannya kepada investor asing”, ungkap Jilul.
“KAMMI mendesak Jokowi untuk serius mengurus pemerataan kesejahteraan Papua tanpa harus bergantung pada investor asing. Arah pembangunan Papua masih berpihak kepada industri eksploitatif seperti PT Freeport Indonesia yang mengeruk habis kekayaan alam Indonesia dan meminggirkan rakyat Papua”, pungkasnya. [RN]