JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis menyesalkan pemerintah dan masyarakat tak lagi mengenang hari-hari di mana Indonesia berduka dalam peristiwa G30S/PKI. Padahal, peristiwa pembantaian yang dilakukan PKI merupakan sebuah pelajaran dan peringatan penting bagi masyarakat dan umat Islam khususnya.
“Saya secara simbolik mengimbau agar masyarakat mengingat kembali apa yang dilakukan umat Islam dan pejuang baik secara frontal maupun diam-diam menjaga kedaulatan Indonesia, tidak sedikit orang kita yang dibunuh dengan kejam dan sporadis, dan ini dilakukan tentu dengan mereka yang berideologi keras,” jelas dia kepada Republika.co.id, Sabtu (1/10).
Cholil khawatir jika masyarakat tidak lagi mengenangnya, maka anak-anak dan pemuda lain akan lupa belajar dan lalai, sehingga mereka kembali lagi menguasai Indonesia. Mereka bisa saja masih berada di tengah-tengah masyarakat dengan pelan-pelan mengubah pemikiran dan ideologi bangsa.
“Menggeser pemikiran akan pelan-pelan secara terbuka membunuh rasa nasionalisme, kecintaan Indoensia dan bahkan mereka bisa merampas kemerdekaan, generasi saat ini seharusnya waspada,” jelas dia.
Saat ini mereka tak lagi membunuh secara fisik, tapi membunuh pikiran. Ini sudah zaman proxy war. Intimidasi agama sudah mulai terjadi. Islam tidak boleh lagi angkat isu agama, suku, etnis, padahal Islam berkaitan erat dengan aturan SARA.
Jika Islam tidak berdakwah dengan mengangkat SARA, maka tidak ada amal ma’ruf nahi munkar, apalagi sampai tidak ada kepedulian Islam terkait SARA yang ada di Indonesia. “Sebenarnya yang tidak diperbolehkan itu adalah memaki, menjelekkan dan mengecilkan SARA tertentu, sedangkan Islam tidak mungkin hidup tanpa SARA yang jelas-jelas mengaturnya,” kata dia.
Namun oknum-oknum tertentu dengan ideologinya melakukan pergeseran pemikiran mengenai agama. Cholil khawatir lambat laun rasa keindonesiaan akan tercerabut dan kekejamannya tak kalah dengan PKI karena fisik hidup, tapi tak lagi memiliki ruh.
Untuk menghadapi proxy war, Cholil mengatakan, masyarakat Indonesia untuk lebih menguatkan karakter Indonesia. Saat ini banyak orang pintar, tetapi tidak berkarakter.
Masyarakat Indonesia harus terus berpegang teguh pada agama, khususnya umat Islam menguatkan kembali ajaran Islamnya yang benar. “Umat Islam jangan sembarangan mencari guru agama, ajaran Islam itu mendekatkan diri kepada Allah bukan kepada duniawi,” jelas dia. [AW/ROL]