SOLO,(Panjimas.com) – Bersama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Solo, Edi Lukito mewakili Dewan Syari’h Kota Surakarta (DSKS) turut menyampaikan protes Rancangan Undang-undang (RUU) Terorisme, Rabu (28/9/2016).
Dihadapan Abdullah AA anggota DPRD dari Hanura dan 3 anggota DPRD lainnya, Edi sepakat jika sampai saat ini definisi Terorisme masih membingungkan. Bahkan revisi RUUTerorisme yang ada saat ini dinilainya merupakan Undang-undang sampah.
“Saya sepakat pengertian dari terorisme ini belum ada. Kalau masih membayangan kenapa muncul Undang-undang, gila nggak ini Negara kita ini, saya kira gila. Yang kerja ndak ada, dibinapun tidak ada, ini lho jauh sekali. Coba Qur’an, semua orang tahu undang-undangnya jelas, pidananya jelas, perdatanya jelas. Tapi ini (RUU Terorisme) membacanya seperti sampah” ujar Ketua Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) itu.
Hasil dari RUU Terorisme, kata dia sama sekali tidak ada keadilan. Munculnya revisinyapun menurutnya akan memperburuk keadaan iklim keamanan Indonesia. Edi berani menantang untuk membuat RUU jika hasilnya hanya sekelas sampah.
“Kalau ini dipaksakan, ini justru bukan menjadi baik negara ini, jadi buru. Apa ini ada kepentingan politik ya, diintervensi sampai dunia Internasional. Membuat undang-undang kan biayanya triliunan, kalau membuat undang-undang sampah kayak gini kok triliunan, siapa yang ndak bisa, saya pun bisa. Saya pribadi bisa membuat undang-undang yang kelasnya sampah” tegasnya.
Sampai saat ini, Edi mengatakan orang-orang yang dituduh terorisme justru mereka yang berperilaku baik, taat beribadah, aktif bermasyarakat. Dan sampai sekarang menurutnya sama sekali tidak ada pembelaan terhadap tertuduh terorisme.
“Bahkan disini (RUU Terorisme) yang dituduh mereka terorisme itu adalah guru ngaji, hafal Qur’an, pak kyai, ulama besar contohnya ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Ponpes Ngruki dituduh mengajarkan membuat bom. Itu dari dulu gak ada pembelaan” cetusnya. [SY]