DRESDEN, (Panjimas.com) – Kepolisian Jerman sedang meningkatkan perlindungan keamanan bagi lembaga dan bangunan milik komunitas Muslim di Dresden setelah insiden serangan dua bom rakitan yang menghantam Sebuah Masjid dan sebuah pusat konferensi internasional hari Senin malam (26/09)
“Bahkan jika sejauh ini belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom, kami meyakini serangan itu didasari motif xenophobia,” kata Presiden Polisi Dresden Horst Kretzschmar, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters.
“Tiga Masjid, Pusat Organisasi Sosial Komunitas Muslim dan Musholla akan diberikan perlindungan keamanan segera, imbuh Kretzschmar.”
Segera setelah ledakan Masjid, Dresden International Congress Center juga dirusak oleh bom rakitan dan bar sebuah hotel di dekatnya segera dievakuasi.
“Saya melihat keluar dari kaca jendela dan melihat bagaimana seseorang dengan helm sepeda motor melemparkan sesuatu,” demikian kesaksian anak Imam Masjid Dresden, Ibrahim Turan, mengatakan kepada Harian Bild. “Pertama saya pikir itu batu, tapi kemudian ada ledakan keras dan pintu Masjid terbakar.”
Mehmet Demirbas, pendiri Masjid Dresden, mengatakan komunitas Muslim tidak mengharapkan beberapa jenis serangan seperti ini untuk waktu yang lama.
“Panel kaca telah dirusak di masa lalu, atau grafiti anti Islam di dinding Masjid. Tapi ini adalah pertama kalinya terjadi serangan [bom rakitan] seperti ini. Mudah-mudahan serangan Senin malam itu akan menjadi yang terakhir kalinya dan kami dengan senang hati tetap tinggal di Dresden,” kata Mehmet Demirbas.
Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere menyebut serangan bom Masjid itu sebagai tindakan “keterlaluan” dan mengutuk mereka dengan tegas.
“Agresi terhadap orang-orang yang mempraktikkan Islam meningkat di Jerman,” kata De Maiziere. “Untungnya, tidak ada yang terluka, tapi kami tidak ingin hal ini terjadi di Jerman.”, imbuhnya
Tak lama setelah serangan Masjid Dresden, perangkat bom kedua meledak di teras antara hotel dan International Congress Center, fasilitas yang dapat menampung 6.000 orang untuk konferensi. Ledakan itu menghancurkan blok kaca dekoratif di teras luar. Polisi kemudian segera mengevakuasi bar hotel dan meminta orang-orang untuk menjauh dari jendela hotel.
Sekitar 50 petugas yang terlibat dalam operasi semalam, kata polisi.
Presiden Polisi Kretschmar mengatakan dua ledakan bom ini diduga terhubung dengan perayaan unifikasi nasional Jerman Senin depan, yang akan diselenggarakan di Dresden.
Kota Dresden merupakan tempat lahirnya gerakan anti-Islam PEGIDA yang mengadakan aksi demonstrasi mingguan yang menarik sekitar 20.000 pendukung warga Jerman pada puncak popularitasnya di awal 2015. Masuknya sekitar 1 juta Imigran ke Jerman, yang sebagian besar adalah umat Islam, telah meningkatkan ketegangan sosial , terutama di Jerman timur di mana ada beberapa serangan di tempat penampungan pengungsi.
Wakil Pemimpin AFD Frauke Petry mengutuk serangan bom terhadap Masjid di Dresden, Ia mengatakan, “Menyerang sebuah bangunan di mana orang menyembah Allah adalah tindakan barbar, apakah itu sebuah Gereja, Masjid ataupun Sinagog”
Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble menekankan pada konferensi tahunan tentang Islam pada hari Selasa (27/09) bahwa “Umat Islam juga termasuk bagian dari Jerman”, mengulangi pandangan bahwa Merkel menyuarakannya pada tahun 2015 menjelang aksi demonstrasi PEGIDA di Dresden.
Sentimen Xenophobia dan Anti-Islam Meningkat Drastis di Jerman
Pertumbuhan sentimen xenophobia, rasa ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, atau hal-hal yang dianggap asing, serta sentimen anti-Islam begitu meningkat tajam di Jerman.
Kota Dresden dulunya merupakan kota Baroque di Jerman, mantan daerah basis komunis, Dresden merupakan tempat kelahiran dari gerakan jalanan anti-imigrasi PEGIDA, yang dijabarkan menjadi Patriotic Europeans Against the Islamisation of the Occident, sebuah gerakan patriorik perlawanan warga Eropa terhadap Islamisasi di Barat, mengutip Al Jazeera.
Anggota PEGIDA marah dan memprotes masuknya gelombang pengungsi dan imigran ke Jerman, yang mencapai angka satu juta pencari suaka.
Menteri Utama negara bagian Saxony Stanislaw Tillich menyebut insiden pengeboman Masjid Dresden ini sebagai tindakan “pengecut”, dan “ini merupakan serangan terhadap kebebasan beragama dan nilai-nilai masyarakat yang tercerahkan” yang bisa dengan mudah menhabisi nyawa orang lain.”, kata Tillich dalam sebuah pernyataan
Kejahatan kebencian oleh ektrimis sayap kanan di Jerman telah menargetkan tempat penampungan bagi para pencari suaka di Saxony, Angka kejahatan kebencian juga telah naik mencapai 106 insiden pada tahun 2015 saja, dengan 50 insiden serangan lain yang tercatat pada semester pertama tahun ini, seperti dilansir Al Jazeera.
Dalam laporan tahunan yang menguraikan kemajuan sejak reunifikasi, pemerintah Jerman telah memperingatkan pekan lalu bahwa tumbuhnya xenophobia dan ektrimisme sayap kanan dapat mengancam perdamaian di wilayah timur Jerman.
Menteri Dalam Negeri Thomas De Maiziere mengatakan Ia mengerti bahwa banyak Muslim di Jerman tidak ingin meminta maaf untuk setiap aksi “terorisme” yang dilakukan atas nama Islam.
Namun De Maiziere mengatakan dirinya berharap lebih atas hadirnya organisasi-organisasi Muslim di Jerman.
“Saya pikir hal itu akan dianjurkan bahwa perdebatan keamanan menjadi lebih intens dan juga lebih dibahas oleh publik di masa depan,” pungkasnya.
“Pengaruh Politik luar negeri di Jerman melalui agama adalah sesuatu yang kita tidak bisa menerimanya,” kata De Maiziere.
Bagaimanapun, para Pemimpin Muslim yang menghadiri peringatan 10 tahun forum dialog merespon balik pernyataan itu.
“Pernyataan itu salah!, dengan menuduh Muslim sebagai wakil atas kekuatan asing dan berbicara kepada mereka seperti memiliki peran sebagai perwakilannya”, kata Bekir Alboga, Sekretaris Jenderal Uni Islam Turki untuk Urusan Agama (DITIB).
Jerman telah menyaksikan pertumbuhan gerakan anti-pengungsi dan sentimen anti-Muslim dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan pesat gerakan dan sentimen anti-Islam ini dipicu oleh propaganda-propaganda dari pihak sayap kanan dan partai-partai populis yang telah mengeksploitasi masalah krisis pengungsi, kekhawatiran atas ekstremisme agama, dan isu kelompok terorisme.
Jerman, sebagai salah satu raksasa ekonomi terbesar di Eropa telah menerima lebih dari satu juta pengungsi tahun lalu; sebagian besar dari mereka berasal dari Suriah, Irak dan Afghanistan. [IZ]