JAKARTA (Panjimas.com) – Dimas Kanjeng Taat Pribadi ditangkap polisi atas persangkaan terlibat dalam otak pembunuhan santri hingga penggandaan uang. Mantan Ketua MK Mahfud MD yang pernah mampir ke padepokan Dimas Kanjeng berbagi cerita.
“Pada tahun 2014, dalam satu perjalanan, saya mampir kesana, saya endak kenal juga sebelumnya, mampir, pengumpulan massa gitu ya untuk pemilu,” kata Mahfud saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/9/2017).
“Mampir, saya diajak oleh Bu Marwah Daud Ibrahim, dia sudah kenal lama katanya,” sambung Mahfud yang kala itu sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Mahfud menuturkan, dia dan rombongan awalnya tak ada rencana atau agenda ingin menyambangi padepokan tersebut. Rombongan sejatinya hendak bertolak menuju Pasuruan.
“Waktu itu saya mau ke Pasuruan, kan rombongan beberapa mobil, ramai, sama Bu Marwah itu, ‘mampir kesitu ada pengajian’, apa sih saya bilang,” ujarnya.
Mahfud dan rombongan akhirnya mampir ke padepokan tersebut. Dimas Kanjeng mengumpulkan lebih dari 10 ribu massa saat itu.
Baca juga: Mahfud MD Temui Dimas Kanjeng, Kiai yang Dikenal Bisa Gandakan Uang di Probolinggo
Dalam pidatonya Dimas Kanjeng kala itu, Dimas memperkenalkan Mahfud di hadapan massa sebagai santrinya.
“Ini Pak Mahfud ini santri saya, katanya. Saya ndak suka, saya baru kenal kok dibilang santrinya, abis itu saya endak pernah kontak lagi,” tuturnya.
“Tiba-tiba dia ngomong di publik ini santri saya, hehehe kayak stress gitu, saya anggap agak sinting gitu, sehingga saya dikontak-kontak lagi enggak pernah datang, tiba tiba ada berita dia ditangkap polisi penggandaan uang ya,” sambungnya.
Mahfud menceritakan, di rumah Dimas Kanjeng banyak terdapat foto-foto pejabat yang juga diklaim sebagai santri Dimas. Suasana pesantren juga tak terlihat di komplek padepokan tersebut.
“Kalau pesantren kan ada kayak pakaian-pakaian orang santri, di situ endak ada, kayak padepokan perguruan silat gitu lah, tapi saya sekali aja kesitu,” ujarnya.
Kejanggalan lain yang dilihat Mahfud, sosok Dimas Kanjeng yang disebut sebagai Kiai tapi tidak mencerminkan seorang Kiai. Sebab, kata Mahfud, Dimas tidak fasih membaca salam, salawat, dan doa-doa.
“Kiai yang benar kan saya kenal semua secara pribadi dari ujung timur (Jawa) sampai ujung barat (Jawa), ini kok ada katanya kiai besar tapi saya enggak kenal, enggak pernah dikenal dalam khazanah pesantren,” ucapnya. [AW]