JAKARTA, (Panjimas.com) – Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) menyarankan pemerintah membuat basis data bagi pelaku paedofil yang bisa diakses secara terbuka.
“Tujuan basis data terbuka itu adalah menumbuhkan ketangguhan masyarakat berupa kemampuan mengenal dan ikut memantau gerak-gerik si predator paedofil di lingkungan sekitar,” kata Ketua LPA Indonesia Seto Mulyadi, Jum’at (16/09).
Basis data terbuka tersebut berisikan foto dan identitas pelaku, basis data ini dapat diakses selama 24 jam oleh siapa pun agar mudah dalam mencari informasi. Basis data terbuka itu dapat dikombinasikan dengan pemasangan chip atau alat pelacak yang ditanam di tubuh pelaku.
Dalam kaitan inilah, LPA Indonesia meminta Polri untuk selekasnya mengumumkan foto dan identitas para tersangka pelaku.
Dengan begitu, diharapkan akan lebih banyak masyarakat yang melaporkan sepak terjang jahat para tersangka tersebut, sehingga korban anak-anak lainnya juga dapat segera tertolong. Kemudian, basis data kedua bersifat tertutup, berisikan identitas korban anak-anak.
Basis data tersebut hanya bisa diakses oleh pihak-pihak tertentu yang benar-benar menjalankan peran menolong/membantu korban. Polisi dan rumah sakit, misalnya, dengan basis data tertutup tersebut, anak-anak yang telah menjadi korban dapat terus terpantau sehingga terealisasi program rehabilitasi jangka panjang terhadap mereka.
Adanya basis data tertutup itu, secara khusus LPA Indonesia mengharapkan adanya pemantauan terhadap kemungkinan terbentuknya perilaku serba tentang seks (sexualization of behavior, SoB) sebagai akibat terpapar pada seks sejak usia sangat belia.
Obsesi bahkan mencandu seks, dalam berbagai bentuknya, merupakan penanda SoB tersebut. Mulai dari menonton tayangan porno, masturbasi, hingga melakukan kontak seks antaranak.
“SoB merupakan kemungkinan penjelasan mengenai adanya anak-anak yang menikmati dan secara ‘sukarela’ menyodorkan tubuhnya ke jaringan prostitusi sesama jenis di Puncak, Bogor,” kata Seto, seperti dilansir Republika.
Kasus ini, menurutnya, bisa dipandang sebagai kasus prostitusi di kalangan homoseksual yang berimpit dengan kasus pedofilia, kasus perdagangan orang dan kejahatan dunia maya (cyber crime).
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) selama ini dikenal dengan nama populernya Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA). Penggunaan nama LPA Indonesia sebagai pengganti nama Komnas PA adalah langkah kembali ke khittah 1998, yang sekaligus dilakukan sesuai regulasi agar tidak ada lagi kesan dualisme dengan KPAI. [TM]