JAKARTA, (Panjimas.com) – Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf membeberkan oknum dari negara-negara yang mengalirkan dana ke jaringan teroris di Indonesia. Data tersebut diakumulasikan sejak tahun 2012.
“Ada 3 motivasi orang berbuat kejahatan. Pertama ideologi, pribadi, motivasi uang. Meski ideologi pribadi tapi tetap pasti ada motovasi uang. Jadi perlu pendekatan pencegahan di uang,” ujar Yusuf di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2016). Demikian dilansir detik.
Ia menyebutkan, manfaat pendekatan follow the money adalah kita bisa tahu ke mana aliran dana dan aset apa saja yang dibeli. Yusuf memaparkan data yang diakumulasikan sejak tahun 2012.
“Ada sumber pendanaan ke Indonesia. Paling banyak dari Australia, Timur Tengah. Itu oknum yang berdomisili di sana ya. Dan ada yayasan, termasuk juga Indonesia. Saya enggak sebut nama yayasan. Yayasan biayakan mereka yang berangkat ke daerah teroris di luar,” jelasnya.
Selain menyebutkan asal aliran dana, Yusuf menyarankan adanya pasal tentang adanya pembekuan aset orang-orang yang terklasifikasi sebagai kelompok teroris. Ada juga yang proliferasi (mengembangkan) senjata pembunuh massal. Kedua poin ini menurutnya harus dimasukkan ke UU.
“Jadi ada resolusi Dewan Keamanan PBB. Dia memuat nama-nama orang yang dikategorikan sebagai teroris. Sebab itu PBB meminta kita membekukan aset-asetnya tanpa melalui pengadilan. Ada resolusi Dewan Keamanan PBB dan itu mengikat nomor 12 tahun 67 dan nomor 13 tahun 73. Yang pertama itu memuat orang orang yang menurut kacamata PBB adalah pelaku terorisme. Resolusi nomor 13 tahun 73 tentang organisasi nya. Resolusi itu mewajibkan seluruh anggota melakukan pembekuan serta merta aset orang yang disebut daftar,” papar dia.
“Resolusi itu mengatakan kita wajib juga memastikan bahwa tidak ada uang uang untuk digunakan sebagai pengadaan pembelian bahan bahan baku untuk membuat nuklir, termasuk untuk orang orang di Korea Utara,” imbuhnya [RN]