JAKARTA, (Panjimas.com) – Tim Hukum Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Feizal Syahmenan mengatakan, Uji Materiil Pasal 284, 285 dan 292 KUHP terhadap UUD 1945 pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dilatarbelakangi oleh temuan para pemohon bahwa ketiga pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum lagi.
Adanya pertentangan tersebut, menurutnya, karena KUHP adalah warisan Penjajah Belanda yang menerapkannya sebagai hukum kolonial untuk kepentingan penjajahannya di bumi Nusantara.
“Hukum Kolonial yang dibentuk oleh para sarjana Belanda jauh sebelum Indonesia merdeka tentunya tidak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melainkan berdasarkan nilai-nilai dan pemikiran Belanda sendiri, sehingga sudah dapat dipastikan akan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan nilai-nilai Indonesia,” kata Tim Hukum AILA Indonesia, Feizal Syahmenan, Rabu (7/9/2016).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, Pasal 284 KUHP adalah pasal yang membebaskan orang untuk berzina sepanjang tidak terikat pernikahan, Pasal 285 adalah Pasal yang membebaskan orang untuk memperkosa laki-laki, dan Pasal 292 KUHP adalah pasal yang membebaskan hubungan sesama jenis selain jika pelakunya orang dewasa terhadap orang berusia kurang dari 15 tahun.
“Ketiga pasal tersebut isinya secara gamblang menabrak Pancasila dan UUD 1945 sehingga patut untuk diuji keberlakuannya melalui Uji Materiil pada Mahkamah Konstitusi RI. Jika dibiarkan keberlakuannya, maka disamping tidak konstitusional juga akan menimbulkan kerusakan bangsa Indonesia yang membahayakan ketahanan Nasional,” jelasnya.
Jadi, persidangan Uji Materiil terhadap Pasal 284, 285 dan 292 KUHP bukanlah pengadilan bagi Freesex dan LGBT. Pengujian dipandang penting untuk dilakukan karena hukum kolonial tersebut dibuat untuk kepentingan kolonialisme (penjajahan) dan tidak berdasarkan konstitusi serta dasar negara Republik Indonesia sama sekali.
“Kalaupun Freesex dan LGBT terdampak oleh Uji Materiil, maka hal tersebut merupakan konsekuensi logis akibat keduanya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tandasnya.
Sebagaimana setiap bangsa-bangsa yang merdeka, maka Republik Indonesia berhak dan berwenang penuh untuk memiliki serta menerapkan hukum yang sesuai dengan dasar negara dan konstitusi Indonesia sebagai manifestasi dari nilai-nilai Indonesia, karena itulah hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya. [RN]