JAKARTA, (Panjimas.com) – Yayasan Peduli Sahabat (YPS) ikut setuju dengan adanya perluasan tafsir pelaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dimasukkan ke dalam delik kejahatan. Hal ini disampaikan Ketua YPS, Agus Sugiarto dalam persidang Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 46/PUU-XIV/2016.
Pada awal pemaparan di depan Mahkamah, hakim konstitusi Maria Farida Indriati sempat mengutarakan kebingungannya.
“Kalau Anda memberikan pendampingan kepada penyuka sesama jenis, di sisi ini Anda melindungi dan mendukung mereka. Juga kemudian memberikan edukasi kepada mereka yang jadi penyuka sesama jenis. Tapi di akhir penutup, Anda mendukung permohonan pemohon. Sebetulnya, di mana letak sikap Anda?” tanya Maria di Ruang Sidang MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2016). Demikian dilansir detik.
Usai sidang, menanggapi pertanyaan tersebut, Agus mengatakan ada kesalahan pemahaman. Ia mengatakan bahwa YPS hanya melakukan pendampingan kepada orang dengan orang dengan gejala same sex attraction (SSA) atau penyuka sesama jenis.
“Tadi ada definis yang lain. Beliau definisnya berbeda. Beliau menangkapnya, dianggap kita mendampingi LGBT. Tidak. Kita mendampingi orang dengan SSA atau sesuka sesama jenis,” tutur Agus yang lebih dikenal dengan nama Sinyo Egie.
Lebih lanjut, Agus mengatakan bahwa mereka setuju dengan permohonan pemohon yang meminta MK meluaskan makna pasal asusila dalam pasal 284 ayat (1) sampai (5), pasal 285 dan pasal 292 KUHP. Permohonan itu diajukan oleh guru besar IPB Bogor Prof Dr Euis Sunarti dan 11 temannya. Dalam gugatannya itu, Euis dkk berharap kumpul kebo dan homoseks bisa masuk delik pidana dan dipenjara.
Agus mengatakan, dalam YPS banyak ditemui anggotanya yang kesulitan keluar dari lingkaran LGBT. Ada juga kasus seorang istri yang kesulitan cerai karena bukti yang dipunyainya tidak memiliki kekuatan hukum. Padahal suaminya sudah terlibat hubungan dengan pria lain.
“Kita setuju (permohonan pemohon). Karena memang contohnya, teman-teman yang mau keluar dari LGBT itu kadang diancam videonya akan disebar, dan sebagainya. Begitu,” ucap Agus.
“Atau istri-istri yang menikah dengan LGBT, karena suaminya gay denial (pura-pura, red). Dia bingung mau lapor kemana. Bukti yang diminta tidak ada. Karena suka sesama jenis tidak bisa jadi bukti hukum sehingga mereka bingung,” imbuh Agus.
Agus menemukan bukti bahwa ada seorang istri yang sudah menikah selama hampir 8 tahun. Tapi perempuan tersebut tetap masih perawan karena suaminya tidak pernah menyentuh. Perempuan yang kemudian meminta cerai itu malah kemudian dianggap hiperseks.
Walaupun di dalam YPS ada banyak orang dengan gejala SSA, Agus tidak khawatir pasal tersebut akan mengenai anggotanya.
“Kalaupun dia nanti terkena pasal, itu sudah risiko dia. Karena dia melakukan tindak pidana yang melanggar UU. Tidak apa (anggotanya dikenakan pidana), kalau memang ia melanggar UU,” ujar Agus.
Pemohon dalam permohonannya menginginkan adanya perubahan terhadap Pasal 292 KUHP saat ini yang berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pemohon meminta pasal itu menjadi:
Orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang dari jenis kelamin yang sama, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.