SURABAYA (Panjimas.com) – Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Anton Setiadji, meminta Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, untuk menerbitkan peraturan daerah (Perda) pelarangan organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Upaya ini dilakukan untuk mencegah peningkatan ideologi radikalisme di masyarakat. Khususnya upaya HTI membentuk pemerintahan berbasis khilafah di Indonesia.
“Ini karena dasar keormasan HTI sendiri, tidak mengakui Pancasila,” kata Anton usai mengisi diskusi Peran Polri dalam Menangkal Radikalisme di Twin Tower Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Surabaya, Rabu (7/9/2016).
Anton menjelaskan, selain menunggu proses pengajuan ini, Polda dan Kejaksaan sudah mendalami dan menganalisis kasus radikalisme yang bisa mengancam NKRI.
“Sejak kasus Bondowoso sudah kami sampaikan. Ini akan melibatkan pemerintah daerah. Bila Perda itu sudah ada, maka seluruh kegiatan HTI akan dilarang. Kami ingin Jawa Timur yang mengawali,” tambahnya.
Menanggapi pengajuan perda larangan organisasi HTI, Humas Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Jatim, Rif’an Wahyuni akan mengajak pemerintah provinsi untuk duduk bersama, mendiskusikan pelarangan tersebut.
“Sementara ini kami belum mendengar pelarangan itu. Kami minta dipanggil dulu, minta penjelasannya dimana pelanggaran kami. Ideologi mana yang bertentangan dengan pancasila,” katanya.
Rif’an menambahkan menurutnya selama ini anggapan anti-pancasila seolah bernuanasa politis, sementara kenapa koruptor tidak disebut anti pancasila. Rif’an menjelaskan ideologi HTI menolak terhadap ideologi pancasila.
“Itu hanya tawaran saja. Karena kami melihat negara Indonesia banyak persoalan, korupsi dimana-mana, penjualan aset, pemerkosaan, penyakit sosial dan lainnya. Kami justru sangat ingin Indonesia maju,” jelasnya.
Sementara Abdul A’la, Rektor UINSA ikut berkomentar terkait adanya ormas HTI yang berkembang di kampus-kampus.
Pihaknya akan tegas melarang segala kegiatan yang bertentangan dengan ajaran keagamaan di UIN.
“Organisasi HTI di kampus UINSA ini merupakan organisasi ekstra atau di luar kampus. Meski begitu jika itu bertentangan tentu akan kami tindak lanjut,” tegasnya. [AW/tribun]