ANKARA, (Panjimas.com) – Pemerintah Turki telah mengutuk keras eksekusi mati tokoh Islam Bangladesh, Mir Quasem Ali, yang merupakan salah satu pemimpin tinggi Partai Jamaat-e-Islami Bangladesh, dilansir oleh Anadolu.
Mir Quasem Ali, berusia 63 tahun, adalah seorang mantan pengusaha sukses dan merupakan salah satu pemimpin Partai Islam Bangladesh, Jamaat-e-Islami. Ia dihukum gantung pada hari Sabtu (03/09), karena rezim Bangladesh mengklaim dan menuduh ia melakukan kejahatan perang 45 tahun yang lalu, selama peristiwa Perang Kemerdekaan Bangladesh tahun 1971 .
“Kami ingin menekankan sekali lagi bahwa luka masa lalu tidak bisa dihilangkan dengan metode seperti ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan hari Ahad,(04/09).
“Turki berharap putusan yang tidak pantas ini tidak akan menyebabkan ketidakpuasan di antara sesama rakyat Bangladesh.”
Mir Quasem Ali adalah pemimpin keenam Partai Islam Bangladesh, Jamaat-e-Islami, yang dieksekusi mati atas tuduhan kejahatan perang di tahun 1971.
Proshanto Kumar Banik, pengawas senior Penjara Kashimpur, menegaskan kepada media bahwa Mir Quasem Ali digantung pada sekitar pukul 22:30 malam waktu setempat (16.30 GMT).
Sementara Menteri Hukum Bangladesh Anisul Haq mengatakan kepada Reuters, bahwa Mir Quasem Ali dieksekusi sekitar pukul 22.35 malam (10.35 p.m)
Anggota keluarga telah bertemu Quasem Ali untuk terakhir kalinya di penjara, hanya beberapa jam sebelum ia pergi ke tiang gantungan.
“Selama ini Ali mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Dia mengatakan bahwa eksekusi mati atas dirinya tak dapat dibenarkan,” kata Tahera Tasnim, salah satu putri Ali setelah 23 anggota keluarganya bertemu.
“Ali mengatakan pemerintah represif ini telah membunuh mereka (para pemimpin Islam) untuk menghentikan perjuangan Islam di masyarakat dan negara,” kata Tasnim.
Ali telah membantu menghidupkan kembali Jamaat Islami dan membuatnya menjadi kekuatan yang besar dan disegani dalam perpolitikan Bangladesh dengan mendirikan badan-badan amal, bisnis terkait dengan JI setelah itu Jamaat Islami diizinkan untuk kembali beroperasi di akhir 1970-an.
Sebelum ia ditangkap pada tahun 2012, Ali memimpin Diganta Media Corporation, yang merupakan surat kabar pro JI sementara stasiun televisi miliknya juga ditutup pada 2013 oleh pemerintah represif Bangladesh karena diklaim telah memicu ketegangan agama.
Pengacara Ali mengatakan tuduhan terhadap Mir Quasem Ali tidaklah berdasar.
Anaknya, Mir Ahmed Bin Quasem, yang merupakan bagian dari tim pembela hukumnya, diduga telah diculik oleh pasukan keamanan Bangladesh sebelumnya pada bulan Agustus. Ahmed bi Quassem mengkritik tindakan penculikan itu merupakan upaya untuk menabur rasa takut dan mencegah aksi protes massa Muslim terhadap eksekusi mati.
Jamaat Islami, telah dilarang mengikuti pemilihan umum. Pihak Jamaat Islami juga telah menyatakan bahwa tuduhan terhadap Ali adalah salah dan tak berdasar, JI juga menuduh pemerintah melakukan aksi “dendam politik”.
Eksekusi berlangsung di tengah serentetan serangan-serangan militan di negara mayoritas Muslim itu, yang paling serius terjadi pada 1 Juli, ketika sekelompok pria bersenjata menyerbu sebuah kafe di kuartal diplomatik Dhaka dan menewaskan 20 sandera, sebagian besar dari mereka adalah warga asing.
Lebih dari 1.000 polisi dikerahkan di Gazipur dan ratusan penjaga perbatasan paramiliter berada di luar penjara dan di Dhaka, kata beberapa pejabat keamanan mengutip laporan AFP.
Ribuan polisi dan wilayah perbatasan dijaga secara ekstra dimana banyak petugas kemanaan dikerahkan di Dhaka dan kota-kota besar lainnya. Putusan hukum dan eksekusi atas para pemimpin Jamaat-e-Islami telah memicu kekerasan yang telah menewaskan sekitar 200 orang, kebanyakan dari mereka adalah para aktivis Partai Islam, dan petugas polisi, mengutip laporan The Guardian.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan prosedur pengadilan atas putusan para pemimpin Jamaat Islami ini tidak memenuhi standar internasional, namun pemerintah Bangladesh menolak pernyataan itu.
Kelompok-kelompok HAM mengkritik persidangan kejahatan perang, dengan mengatakan proses pengadilan itu cacat dan terdapat banyak kekurangan dari proses peradilan terutama adanya pengawasan asing atau pihak independen.
Sekelompok ahli hak asasi manusia PBB pekan lalu mendesak Bangladesh untuk membatalkan hukuman mati terhadap Ali dan mencoba menggelar kembali proses pengadilan sesuai dengan standar internasional
Sejak Desember 2013, lima pemimpin Jamaat Islami, termasuk mantan pemimpin tingginya Motiur Rahman Nizami, dan pemimpin partai oposisi utama, telah dieksekusi karena tuduhan tak berdasar selama perang kemerdekaan tahun 1971.
Sebelumnya pertengahan Mei lalu, salah satu pemimpin tinggi Jammat-e-Islami Bangladesh, Motiur Rahman Nizami juga dieksekusi mati. Ia bersama para pemimpin Jamaat-e-Islami yang telah divonis hukuman mati pada tahun 2014, akibat tuduhan tak berdasar rezim Bangladesh atas masa perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.
Nizami bersama para pemimpin JI lainnya dijatuhi hukuman mati pada tahun 2014 setelah dituduh melakukan pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan dan berkolaborasi dengan tentara Pakistan selama perang kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971.
Angka-angka resmi menunjukkan sekitar 3 juta orang dilaporkan tewas dan ribuan wanita diperkosa selama perang tahun 1971 selama sembilan bulan itu, di mana beberapa faksi, termasuk Jamaat-e-Islami, menentang pemisahan diri tersebut. Para peneliti independen menyebutkan korban tewas berksiar antara 300.000 dan 500.000 jiwa. [IZ]