JAKARTA, (Panjimas.com) – Komisi Nasional Perempuan dalam pernyataan sikapnya menyatakan penolakannya terhadap perubahan rumusan Pasal 284, 285 dan 292 KUHP. Pasal 284 KUHP, menurut Komnas Perempuan, hanya sekadar pelanggaran kesetiaan terhadap perkawinan dan bukan termasuk ke dalam perbuatan zina sebagaimana apa yang dipahami masyarakat Indonesia.
“Pasal 284 KUHP, adalah delik permukahan atau overspels yang dalam bahasa Belanda berarti pelanggaran terhadap kesetiaan perkawinan, dimana terjadi persetubuhan yang dilakukan oleh mereka yang sudah menikah sedangkan tindakan tersebut tidak direstui oleh suami atau isteri yang bersangkutan. Jadi tidak sama dengan ‘zina’ yang dimaksudkan oleh agama-agama dan dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia,” jelas Komnas Perempuan dalam pernyataan sikapnya. Sabtu, (3/9).
Jika rumusan Pasal 284 diperluas pemidanaannya sampai ke luar ruang lingkup perkawinan dan deliknya dirubah dari delik aduan menjadi delik biasa (sebagaimana yang diinginkan Pemohon), lanjutnya, maka bukan saja merubah secara keseluruhan struktur Pasal 284 KUHP, tetapi juga akan menyebabkan kriminalisasi.
Dalam Pasal 285 KUHP, Komnas Perempuan memandang bahwa dengan meniadakan penyebutan eksplisit “perempuan” dalam pasal tentang perkosaan, sebagaimana yang diajukan oleh Pemohon Uji Materiil, secara langsung mencerminkan pengabaian terhadap kerentanan khusus perempuan pada tindak perkosaan. Rumusan netral yang diusulkan Pemohon, yaitu “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia…” justru menciptakan ketidakpastian hukum dan melemahkan jaminan perlindungan hokum.
“Karenanya, perluasan cakupan perkosaan dalam Pasal 285 KUHP perlu memastikan bahwa pengalaman laki-laki dewasa di Indonesia sebagai korban pemaksaan hubungan seksual tidak direduksi sekedar tindak perkosaan, melainkan juga penyiksaan seksual,” lanjut Komnas Perempuan.
Selain itu, dalam Pasal 292, Komnas Perempuan membantah pihak pemohon yang mengatakan rumusan Pasal 292 KUHP yang ada sekarang tidak melindungi orang dewasa dari tindak pencabulan dan membiarkan tindak pencabulan yang dilakukan oleh anak.
“Perlindungan hukum bagi orang dewasa dari tindakan pencabulan dapat ditemukan pada Pasal 289 KUHP, dan aturan yang mempidanakan tindak pencabulan oleh anak dapat ditemukan dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak,” ungkapnya.
Komnas Perempuan beralasan, Pasal 292 dan 298 dengan rumusan yang ada sekarang justru membantu perempuan korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan. Dalam beberapa kasus, Penyidik menggunakan Pasal 292 dan 298 untuk menjerat pelaku dalam kasus-kasus perkosaan yang sulit dibuktikan.[RN]