JAKARTA(Panjimas.com) – Pengamat Anti Komunisme, Ustadz Alfian Tanjung menyoroti penghargaan Tasrif Award pada Kelompok International People Tribunal (IPT) 1965, dalam acara peringatan hari ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang ke 22, pada Jum’at (26/8/2016).
Ustadz Alfian menengarai, dari pemberian penghargaan itu ada indikasi bahwa AJI berisi wartawan yang berafiliasi pada paham komunisme.
Padahal, IPT 1965 bagian dari kelompok persidangan yang tidak memiliki legal standing kekuatan hukum baik dalam negeri maupun di tingkat Internasional.
“IPT dan Aji itu urusan orang-orang satu species, karena AJI ini berisi wartawan-wartawan kiri yang kondusif dengan komunis. IPT sendiri sebuah gerombolan liar di pinggir jalan Amsterdam yang merupakan sebuah persidangan odong-odong, persidangan abal-abal yang tidak mempunyai kekuatan hukum secara konstitusi,” kata Ustadz Alfian Tanjung kepada Panjimas.com, Kamis (1/9/2016).
Alfian menilai Award yang diberikan Aji pada IPT mempertegas adanya ideologi komunis yang ingin diakui, bahkan ingin membalikkan sejarah.
“Ini sebetulnya hanya permainan opini untuk membuat legitimasi, seolah-olah AJI ini berbuat baik kepada orang-orang yang menuntut keadilan HAM. Misi mereka ya ingin mempertegas bahwa komunisme harus didukung kembali, pemerintah itu salah, harus minta maaf,” ucapnya.
Ustadz Alfian juga menyimpulkan bahwa peringatan HUT AJI ke 22 tahun yang digelar beberapa hari yang lalu, sarat dengan gerakan pencitraan positif komunisme.
“Maknanya ini sebuah konstruksi bangunan paham komunisme dengan memberikan pencitraan positif bagi PKI yang pernah melakukan gerakan Kudeta pada tahun 1948 maupun 1965,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelompok International People Tribunal (IPT) 1965 menerima Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen AJI, Jumat (26/08) malam seperti dikutip BBC.
Tahun lalu IPT menggelar people tribunal di Den Haag Belanda dengan menghadirkan para saksi dan korban peristiwa 65.
Hasil keputusan final sidang Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) di Den Haag menyatakan Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.
Tahun lalu penghargaan Suardi Tasrif juga diberikan kepada sutradara Joshua Oppenheimer dan co sutradara yang dirahasiakan namanya yang membuat film tentang peristiwa 65, “The Act of Killings” dan “The Look of Silence,”. [AW]