SOLO,(Panjimas.com) – Gudang Kuning, sebuah kampung yang berada di pinggir rel Stasiun Balapan termasuk wilayah Keluarahan Gilingan, Banjarsari. Kondisi masyarakat marjinal terbiasa dengan kemaksiatan dan awam akan agama mendorong Panjimas untuk mendatanginya, Senin (29/8/2016).
Masyarakat Gudang Kuning yang dulunya terdata sebagai warga yang beragama Islam, sekarang presentasinya 60% muslim dan 40% non muslim. Sedangkan, beberapa pengurus Rukun Tetangga (RT) lebih parah, presentasinya sampai 70% non muslim. Gempuran Kristenisasi sampai saat ini terus terjadi, masyarakat Gudang Kuning sedikit yang memperhatikan bagaimana menegakkan agama Islamnya.
Salah satu tokoh masyarakat Gudang Kuning, Mbah Wono mencoba mendakwahkan Islam dengan cara Nabi Muhammad saat belum banyak pengikut. Namun Mbah Wono mengemasnya dengan konsep yang berbeda.
“Saya coba sentuh mereka dengan mengambil hati, dulu ibu-ibu itu pelaku PSK, suami istri berjudi bersama biasa. Sekarang saya berdayakan untuk membuat UKM (Usaha Kecil Menengah), kita koordinasi dengan tokoh Ulama di Solo, saya cerita begini-begini, alhamdulillah mereka dukung”katanya.
Menghadapi premanisme, Mbah Wono mencoba tidak menyalahkan apa yang mereka kerjakan, sesekali disapa diajak minum diangkringan. Membicarakan hal-hal ringan, kondisi keluarga dan anak mereka menjadi topik yang disentuhnya.
“Ndak, saya ndak ngobrol tentang mereka habis meras siapa dapat berapa, mencopet, mencuri dimana. Saya sapa mereka, yuk minum yuk, saya yang bayarin. Nah disitu kita mulai obrolan bagaimana anakmu, pada sehat? Istrimu ada kerjaan tidak, ni kita butuh orang untuk masak, jualkan jajanan. Ya gitu-gitu mas” ujarnya.
Mbah Wono mengaplikasikan teladan Rasulullah yang setiap hari menyuapi seorang Yahudi buta, mendatang orang sakit yang sering meludahinya, melempari kotoran, mendo’akan preman agar diberi hidayah Allah. Dia terapkan pada warga Gudang Kuning untuk menyebarkan ajaran Islam.
“Saya berusaha memberi contoh, setiap pagi habis shubuh saya menyapu jalan, saya direndahkan sebagai tukang sapu ndak apa. Tapi saya ingin mereka tahu bahwa kebersihan itu ciri orang yang beriman, supaya mereka juga bangun pagi, orang Islam punya kewajiban untuk bangun pagi sholat shubuh. Dan selama 35 tahun itu wilayah sini bersih itu ya baru itu, saya mulai itu” ucapnya.
Meski demikian, perjalanan dakwah Mbah Wono tidak selamanya berjalan mulus, fitnah dan boikot juga dialaminya. Ibarat pohon semakin tinggi, semakin kencang anginnya. Beliau dituduh mengkorupsi uang jama’ah, memiliki tujuan mencari kekayaan dan lain sebagainya.
“Pernah saya dituduh korupsi infaq jama’ah, ya saya ngalah dulu sampai satu setengah bulan saya tidak ke masjid. Diusir dari situ ya ndak apa, dituduh macem-macem tapi kan masyarakat menilai sendiri. Ada warga yang dulu saya dakwahi untuk sholat, tahu saya terusir sampai nangis, mbah Wono jangan pergi mbah, jangan pergi, sampai begitu”ucapnya.
Gerakan Mbah Wono nampaknya tercium oleh Gereja, upaya menghadang dakwahnya baru dirasa dua tahun belakangan ini. Mbah Wono mengetahui juga dari informasi teman-teman media, dirinya berharap ada media Islam yang mendampingi dakwahnya.
“Ada teman media (wartawan.red), dia ngomong, mbah kegiatan mbah Wono itu didukung media mereka (Gereja) itu ngerti. Sampai tokoh Gereja menilai kok wilayah marjinal Solo yang megang mbah Wono itu tahu. Makanya mbah Wono itu jangan sampai didukung, lha ini baru saya rasakan satu dua tahun ini” cetusnya.
Target saat ini, Mbah Wono menginginkan berdirinya mushola di wilayah Gudang Kuning, minimal ada tempat anak untuk belajar TPA. Upaya untuk mewujudkannya, Mbah Wono bergerak mulai dari mengajak pengurus RT, sampai meminta persetujuan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo.
“Saya mempunyai cita-cita mendirikan masjid, setidaknya ya mushola lah. Yang terpenting saya sampaikan dulu pada DDII, MUI dan tokoh yang lain. RTnya mendukung, tapi ini masih hak pakai karena tanah ini kan milik KAI. Kita nanti beli hak pakainya kita dirikan mushola nah itu nanti kita mulai mendakwahi pelacur, preman-premannya kita ajak anak-anak mereka dulu biar tersentuh, begitu” ucapnya lirih. [SY]