JAKARTA, (Panjimas.com) – Isu LGBT belakangan mengemuka di masyarakat. Sebagian masyarakat Indonesia merasa keberadaan aliran homoseksual ini meresahkan sehingga meminta adanya aturan yang lebih spesifik. Untuk itu, masalah itu pun dibahas dalam pembahasan RUU tentang KUHP.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Mulfachri Harahap menganggap persoalan LGBT bisa dimasukkan ke dalam pasal tentang asusila. Sebab, hal itu berkaitan dengan persoalan nilai, kesantunan, dan moral.
“Saya kira itu nanti. Itu bisa saja dimasukkan dalam pasal terkait asusila, tempatnya di mana dilihat, di bagian mana yang paling pas. Saya kira kalau mau ditanya mana, itu dari pelanggaran asusila, nilai kesantunan, moral, dan seterusnya,” kata Mulfachri, di Jakarta, Rabu (24/8/2016). Demikian dilansir okezone.
Bagi Waketum Partai Amanat Nasional (PAN) itu, banyak hal menarik dan kekinian yang bisa dimasukkan ke dalam RUU KUHP. Pihaknya pun akan melakukan perluasan dalam membahas beberapa persoalan yang dianggap sebagai kejahatan dan pelanggaran.
“Saya sampaikan bahwa semua pasal yang dibahas relatif menarik dan baru akan melakukan perluasan sejumlah hal yang dipandang sebagai kejahatan dan sebagainya,” tegasnya.
Terkait dengan revisi UU KUHP secara keseluruhan, Mulfachri optimis DPR periode ini bisa menyelesaikan hingga menjadi UU. Ia pun mengharapkan dukungan dari seluruh masyarakat.
“Sungguh bukan kerja mudah. Diperlukan dukungan semua pihak, motivasi, agar proses revisi terhadap seluruh pasal yang ada, bisa diselesaikan teman Komisi III dengan pemerintah,” sebutnya.
Sebelumnya dalam pemaparannya di Komisi III, Pakar dari Fakultas Hukum Udayana, Usbunan Yohanes menganggap persoalan LGBT masih kabur, masuk dalam ranah hak asasi manusia (HAM) atau bukan.
Permasalahan HAM menurutnya selalu berhubungan dengan hukum positif. Jika secara sosiologis LGBT bisa dimasukkan, namun akan sulit jika menyangkut aspek yuridis.
“LGBT bagaimana dimasukkan, secara sosiologis itu ada. Secara yuridis memang tidak mungkin diakui. Jadi ini berkaitan dengan konsep,” kata Usbunan.
Pimpinan Rapat, Arsul Sani mengatakan, pihaknya masih harus berpikir keras soal perbedaan antara perzinahan antara lelaki dengan perempuan, serta pasangan LGBT.
“Belum mengatur bagaimana kalau laki dengan laki dan perempuan dengan perempuan. Ada juga yang bersuara ini terlalu masuk ke sifatnya pribadi,” tegasnya. [RN]