JAKARTA (Panjimas.com) – Direktur Keamanan Negara, Baintelkam, Mabes Polri, Kombes Djoko Mulyono memaparkan satu pola perekrutan yang pernah terjadi.
Berdasarkan hasil penelusuran aparat, pola penyebaran yang dilakukan satu diantaranya memanfaatkan pertemuan di forum pengajian. Seperti yang terjadi di Solo, Jawa Tengah.
Pertama, para penganut radikalisme menyebarkan pahamnya melalui pengajian yang bersifat terbuka untuk umum pada pukul tujuh malam.
“Di solo, mereka pengajian, ada tanya jawab pukul tujuh malam setelah salat isya, mereka bicara soal akidah dan lainnya,” katanya.
Hal tersebut diungkapkannya dalam diskusi Radikalisme dan Terorisme Indonesia di Graha Oikoumene, Salemba, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Setelah itu para penganut paham radikal melihat potensi jemaahnya.
Apabila ditemukan satu atau dua orang yang memilki potensi, mereka kembali mengajak pengajian yang dilakukan pukul 9 Malam.
Pada momen tersebut, jemaah didoktrin paham yang lebih ekstrem.
”Ketika mereka sudah mengikuti pengajin yang pukul 9 malam dan sudah mendapatkan doktrin yang agak keras mereka mengikuti pertemuan yang pulul 11 malam,” katanya.
Menurut Djoko mereka yang telah mengikuti pertemuan pukul 11 malam, besar kemungkinan untuk menjadi pengantin aksi teror.
Paham-paham yang diberikan sangat ‘keras’ dan berpengaruh.
“Mereka bisa dikatakan 90 persen siap menjadi penganten dengan doktrin- doktrin bahwa kematian itu merupakan perjuangan dan ibadah,” katanya.
Dalam pola perekrutan, para teroris biasanya menyasar anak muda yang kehidupannya tidak stabil.
Mereka menyasar anak muda yang memiliki permasalahan kehidupan.
“Dalam perekrutan itu mereka biasanya merekrut pemuda-pemuda yang hidupnya tidak stabil, seperti yang kondisi ekonomi lemah, memiliki permasalahan keluarga, dan seterusnya,” kata Djoko. [AW/tribun]