JAKARTA, (Panjimas.com) – Organisasi profesi jurnalis, Jurnalis Islam Bersatu (JITU) mengeluarkan pernyataan sikap mengenai tindak penganiayaan yang dilakukan oknum TNK AU terhadap dua jurnalis di Medan.
Dalam pernyataannya, JITU mengutuk tindakan represif aparat kepada wartawan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
“Tindakan penganiayaan kepada wartawan tentunya telah mencoreng prinsip keadilan dan hak asasi manusia (HAM) sebagai jatidiri reformasi,” ujar Ketua Umum JITU Agus Abdullah dalam keterangannya kepada Panjimas, Jum’at (19/8).
Dalam melakukan tugas, Agus menerangkan, jurnalis dilindungi oleh UU Pers No 40/1999. Wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun.
Karena itu, JITU mendesak pemerintah dan TNI memproses secara hukum kejadian ini sebagai komitmen penegakan hukum yang selalu digaungkan pemerintah.
“Mendorong Dewan Pers dan Komnas HAM mengawal terus kasus kekerasan ini, hingga pelaku dapat dihukum sesuai Undang-undang dan peraturan yang berlaku,” jelas Agus.
Agus menjelaskan sebagaimana tertuang dalam UU Pers No. 40/1999, pelanggaran terhadap kemerdekaan pers dikenai hukum pidana.
Mendorong organisasi profesi jurnalis dan pers untuk selalu mengontrol penegakan kemerdekaan pers agar kejadian penganiayaan kepada wartawan tidak kembali terulang.
Seperti diketahui, tindakan kekerasan kepada wartawan kembali terjadi. Bentrokan antara warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara dengan prajurit TNI Angkatan Udara, Senin 15 Agustus 2016 menyebabkan dua jurnalis Medan, Array Argus dari Harian Tribun Medan dan Andry Safrin jurnalis MNC TV, menjadi korban. Keduanya dianiaya prajurit TNI AU saat menjalankan tugas jurnalistiknya. (TM)