JAKARTA (Panjimas.com) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Dr Mohammad Mahfud MD menegaskan bahwa seseorang yang memiliki kewarganegaraan ganda, status WNI-nya secara otomatis gugur. Selain itu, yang bersangkutan juga bisa diproses hukum karena melanggar Undang Undang Keimigrasian.
Hal itu disampaikan Mahfud MD melalui akun Twitter miliknya, menyikapi isu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar yang berkewarganegaraan ganda dan memiliki paspor Amerika Serikat. (Baca: Isu Menteri ESDM Berkewarganegaraan Ganda, Pakar Hukum: Otomatis Status WNI Gugur)
“Mnrt hukum Indonesia bgt WNI punya kewarganegaraan asing maka kewarganegaraan Indonesianya hilang dgn sendirinya,” kata Mahfud MD melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, Ahad (14/8/2016).
Namun, bagaimana bila orang itu jenius, apakah memiliki keistimewaan secara otomatis kembali menjadi WNI?
“Kita senang ada WNI jenius dan bisa berbakti membangun negeri. Tapi menegakkan hukum tetaplah merupakan kewajiban bagi kita,” jawabnya.
Sementara itu, ada pula salah seorang netizen, @yusuf_jumir yang bertanya, “Prof,,ini bisa termasuk pidana bukan?”
Mahfud MD pun menjawab dengan tegas, “Ya, pidananya melanggar UU Keimigrasian, tata negaranya melanggar UU kementerian, hukum administrasi negaranya,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bahwa hukum tak pandang bulu. Dulu Ustadz Abu Bakar Ba’asyir juga pernah mendekam di penjara lantaran masalah keimigrasian.
“Ya, kita jadi ingat. Abu Bakar Baasyir dulu dipidanakan karena dokumen keimigrasian juga,” imbuhnya.
Untuk diketahui, terkait kasus pidana Ustadz Abu Bakar Ba’asyir seperti dikutip Pelita.or.id, saat itu Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar di depan Komisi II DPR juga menjelaskan, Ba’asyir diduga melanggar Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. UU itu, kata Kapolri, masih berlaku untuk Ba’asyir yang kembali ke Indonesia tahun 1999. Diakui oleh Kapolri, ada beberapa warga Indonesia yang lari ke Malaysia dan beralih kewarganegaraan, tetapi umumnya bersifat permanen residen.
Menurut Mabes Polri, Ba’asyir tercatat sudah kehilangan kewarganegaraan berdasarkan pasal 17 Huruf K UU Nomor 62 tahun 1968. Penangkapan Ba’asyir berdasarkan data itu, juga disertai dengan barang bukti berupa kartu coklat di Malaysia, Register Lapor Diri ketika di Malaysia, fotokopi paspor Malaysia, dan KTP di Indonesia. Sampai saat ini Ba’asyir dijerat pasal 187, 200, 104, 110, dan 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Padahal, menurut kuasa hokum beliau, Wirawan Adnan usai menjenguk Ba’asyir di RS Polri Kramatjati, mengatakan bahwa Ba’asyir masih memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia seumur hidup dan diperkuat dengan Surat Akuan alias suaka politik dari Pemerintah Kerajaan Malaysia.
Pada 2 September 2003,Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sempat divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena karena kasus keimigrasian tersebut.
Hingga, pada 10 November 2003 putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menurunkan hukuman jadi 3 tahun penjara. Keterlibatan Ba’asyir dalam aksi makar tidak terbukti. Ia terbukti hanya melanggar imigrasi. Lalu pada 3 Maret 2004 Ba’asyir divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tingkat Kasasi MA.
Perlakuan itu berbeda dengan Arcandra Tahar, meski memiliki kewarganegaraan ganda, jangankan dipidana, statusnya sebagai WNI saja tidak dicabut. Bahkan ia langsung menjadi Menteri ESDM di Kabinet Kerja Jokowi. [AW]