JAKARTA (Panjimas.com) – Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Achmad Michdan menyayangkan jika pengangkatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar justru tersangkut kasus kewarganegaraan ganda.
Menurut Michdan, dalam konstitusi negara sudah sangat jelas, Indonesia hanya mengakui kewarganegaraan tunggal. Sehingga, seorang yang memiliki dua kewarganegaraan, secara otomatis statusnya gugur sebagai WNI, sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.
Maka, bila ada pelanggaran mengenai kewarganegaraan, seyogyanya hal itu disikapi secara adil oleh pemerintah.
“Hukum tidak boleh diskriminasi, kepada siapa pun harus sama. Terlebih lagi kepada aparatur negara, dia harus memberikan contoh kepada rakyatnya. Kalau kepada rakyat sipil saya dikenakan, pelanggaran itu, apalagi kepada mereka aparat negara,” kata Achmad Michdan kepada Panjimas.com, Senin (15/8/2016).
Berdasarkan hal tersebut, Michdan mengungkapkan, pengangkatan Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM, cacat hukum.
“Masa ada warga negara asing menjadi pejabat negara?” tanyanya.
“Padahal kan ada aturannya, kalau memang dia sudah jadi warga asing, ada aturannya, seperti beberapa tahun dulu menetap di Indonesia. Jadi sebetulnya ada cacat hukum dalam pengangkatan ini dan tidak memberikan teladan yang baik,” ungkapnya.
Michdan juga membandingkan dengan kondisi kliennya, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Menurut Michdan, Ustadz Ba’asyir juga dulu tidak pernah melepaskan kewarganegaraan, bahkan memiliki KTP. Namun, ketika pulang dari Malaysia ke Indonesia dipermasalahkan, hingga dijerat Undang Undang Keimigrasian dan masuk penjara.
“Kalau Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dulu malah dia belum pernah melepaskan kewarganegaraan, Ustadz Abu juga punya semacam surat pengganti paspor, karena dia sudah lebih dari lima tahun menetap di sana (Malaysia). Kemudian ketika kembali ke Indonesia dia urus KTPnya, jadi dia tidak punya dua kewarganegaraan ,” ujarnya.
Berbeda dengan Arcandra Tahar, ketika lama menetap di Amerika, malah langsung jadi menteri. Padahal Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sendiri harus menghadapi proses hukum, hingga dirinya dipenjara.
“Itu yang harus diterapkan Undang Undang yang berlaku, sehingga tidak diskriminatif,” tandasnya. [AW]