ISTANBUL, (Panjimas.com) – Pemimpin Oposisi Koalisi Nasional Suriah (Syrian National Coalition) menyambut pertemuan antara Presiden Turki Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang berlangsung pada hari Selasa (09/07).
Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu di St. Petersburg, Rusia
Berbicara pada konferensi pers di Istanbul pada hari Senin (08/07), Anas al-Abda mengatakan, kunjungan Erdogan akan menjadi “langkah positif” untuk solusi atas krisis Suriah yang telah merenggut ratusan ribu jiwa.
“Kami menganggap Presiden Turki sebagai sekutu utama rakyat Suriah; ia memiliki kesempatan untuk mengusulkan ide-ide dan inisiatif kepada Rusia dan menjelaskan kepada mereka tentang situasi saat ini di Suriah,” kata al-Abda.
Dalam sambutannya, al-Abda mengatakan Turki telah meyakinkan posisi negaranya terhadap isu Suriah yang tidak berubah setelah upaya kudeta 15 Juli, yang menewaskan setidaknya 240 jiwa dan melukai hampir 2.200 korban lainnya.
Turki akan mendukung aspirasi rakyat Suriah dan membantu mereka mencapai tujuan rakyat Suriah demi kebebasan dan martabatnya, imbuhnya.
Selain itu, al-Abda mengatakan bahwa dirinya berharap Erdogan akan meminta pihak Rusia untuk menghentikan serangan-serangannya yang menargetkan para warga sipil dan mengupayakan solusi dengan proses politik, yang menurut Al-Abda akan memungkinkan rakyat Suriah untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Pertemuan Selasa (09/07) terjadi atas undangan Putin, dan kunjungan diplomatik ini akan menandai upaya pertama antara kedua pemimpin bertemu secara langsung sejak Rusia dan Turki mulai melakukan normalisasi hubungan menyusul ditembak jatuhnya jet tempur Rusia oleh militer Turki pada bulan November tahun lalu.
Kedua pemimpin [Erdogan-Putin] diperkirakan akan membahas upaya-upaya untuk menemukan solusi politik atas perang konflik Suriah serta membicarakan isu-isu regional dan internasional lainnya, serta menetapkan roadmap [peta jalan] baru terkait hubungan bilateral antara Ankara dan Moskow.
Sejak awal 2011, wilayah Suriah telah menjadi medan pertempuran, ketika rezim Assad menumpas aksi protes pro-demokrasi dengan keganasan tak terduga — aksi protes itu 2011 itu adalah bagian dari rentetan peristiwa pemberontakan “Musim Semi Arab” [Arab Spring].
Sejak saat itu, lebih dari seperempat juta orang telah tewas dan lebih dari 10 juta penduduk Suriah terpaksa mengungsi, menurut laporan PBB.
Sementara itu Lembaga Pusat Penelitian Kebijakan Suriah (Syrian Center for Policy Research, SCPR) menyebutkan bahwa total korban tewas akibat konflik lima tahun di Suriah telah mencapai angka lebih dari 470.000 jiwa. [IZ]