SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Kabar ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) ustad Abu Bakar Ba’syir terdengar oleh putranya Abdurrahim Ba’asyir meski lewat media. Menaggapi hal itu, Iim sapaan akrabnya menyampaikan kepada Panjimas dirumahnya, komplek ponpes Al Mukmin Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jum’at (5/8/2016).
“Saya baru tahunya dari wartawan, katanya memang sudah keluar tanggal 27 Juli kemarin. Lha ini ada apa kita juga nggak tahu, yang jelas salinan penolakan kita belum terima, alasannya apa juga nggak tahu. Tapi kalau itu ditolak, ya saya sangat kecewa sekali” katanya.
Ditolaknya PK ustadz Abu menurut Iim memperlihatkan sistem hukum Indonesia masih di kuasai orang Islampobia. Menurutnya sejak awal persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap sudah terlihat kejanggalannya.
“Ini kelihatan sekali bahwa sistem hukum negeri ini masih betul-betul dikendalikan orang Islampobi. Mereka itu selalu berusaha memenjarakan orang seperti beliau ini” ujarnya.
Peran ustadz Abu dalam kasus pelatihan di Aceh menurut Iim adalah alasan syar’i yang tidak bisa ditolak. Beliau hanya dimintai dana untuk ikut membantu tadrib yang dalam hukum Islam harus dibantu.
“Beliau hanya sebagai ikut-ikutan membantu,artinya dengan pertimbangam syar’i, saat datang orang yang mengadakan tadrib, kemudian minta bantuan dana, beliau melihatnya secara syar’i hal ini tidak bisa menolak” cetusnya.
Ustad Abu yang seakan sebagai aktor intelektual dalam kasus Aceh dipandang Iim sebagai hal yang berlebihan. Sementara aktor utama pelatihan Aceh hanya dijatuhi hukuman 7 tahun penjara semakin menunjukkan keganjilan.
“Orang yang bertanggungjawab pelatihan di Aceh, Abu Yusuf itu saja divonis 7 tahun, gitu lho kemudian kok bisa ustadz Abu kena 15 tahun. Sudahlah beliau ini cuma ikut-ikut bahasanya kayak begitu, itupun dengan pertimbangan syar’i yang harusnya dinegara ini, itu harus dihormati” pungkasnya. [SY]