RANGOON, (Panjimas.com) – Partai Nasional Arakan menuduh pemerintah lama Myanmar telah melakukan kesalahan hukum, di mana mereka telah ‘salah’ dengan menerbitkan dokumen kewarganegaraan untuk lebih dari 1.000 Muslim di negara bagian Arakan.
Koran Myanmar milik pemerintah, Irrawaddy, melaporkan bahwa Partai Nasional Arakan baru-baru ini mengadakan konferensi pers dengan sejumlah pakar-pakar hukum yang menegaskan bahwa 1.014 Muslim di Myebon Township, Negara bagian Arakan, telah diberikan naturalisasi kewarganegaraan selama masa Presiden sebelumnya, mengingat pelanggaran kontroversial Myanmar terhadap UU Kewarganegaraan 1982.
Pasal 42 dari UU Kewarganegaraan 1982 menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh naturalisasi kewarganegaraan dengan menunjukkan bukti bahwa mereka atau orang tua mereka atau kakek-nenek mereka masuk ke wilayah Myanmar (Burma) sebelum tahun 1948, yang merupakan tahun dimana negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
Meskipun banyak dari Muslim Rohingya memiliki dokumentasi tepat dan baik yang dapat membuktikan kehadiran mereka secara mapan di Myanmar bahkan sebelum pendudukan Inggris, pemerintah Myanmar telah menolak untuk berurusan dengan mereka [Muslim Rohingya] atau mengakui mereka sebagai warga negara Myanmar.
Pada bulan Desember 2014, warga Buddha Arakan di Myebon Township menutup rumah-rumah dan bisnis-bisnis milik Muslim Rohingya dalam aksi protes massa selama kunjungan Maung Maung Ohn ke kota Myebon, aksi ini dilakukan untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka [Buddha] dengan praktek-praktek komite pengawasan kewarganegaraan [citizenship scrutiny committee]. Hal ini menyebabkan pemerintah dengan segera menghentikan proses naturalisasi kewarganegaraan, yang hanya dapat dilanjutkan pada bulan Mei tahun ini.
Thar Pwint, mantan pengacara serta anggota komite pengawasan kewarganegaraan, menuduh bahwa manipulasi pemerintahan lama Myanmar terhadap hukum telah “membuat celah” bagi umat Islam Rohingya. [IZ]