KARANGANYAR,(Panjimas.com) – Kajian yang digelar takmir masjid Al Hidayah Perumahan Klodran Indah, Klodran, Colomadu, Karanganyar, mengundang pembicara ustadz Aris Munandar Wakil Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Jawa Tengah, Kamis (28/7/2016).
Ustadz Aris Munandar membeberkan tiga hal yang menjadi kesimpulan Jilul Qur’an Al Farid atau generasi Qur’an yang unik. Generasi orang-orang yang bersama Rasulullah, dianggap generasi tersebut memiliki keunikan, sehingga meski kalah secara jumlah, senjata dan logistik tapi bisa meraih kemenangan.
“Kenapa generasi Rasulullah segera memperoleh kemenangan, jumlah sedikit menang, senjata kalah canggih pun menang, logistik sedikit juga bisa menang. Kesimpulannya itu ada tiga, yang mana kala kita meniru generasi terbaik ini, itu menjadi bibit kemenangan untuk kita,” kata ustadz Aris.
Ta’alumul Qur’an lil ‘amal
Seperti halnya perkataan Imam Malik, ustadz Aris mengatakan tidak akan menjadi baik, generasi yang terakhir ini kecuali dengan meniru generasi awal yang pertama dulu menjadi baik. Maka ciri yang pertama ialah belajarnya ilmu atau Qur’an untuk diamalkan.
“Generasi yang dipimpin Rasulullah itu dalam belajarnya ilmu atau Qur’an itu untuk diamalkan. Begitu sebaliknya dalam beramal itu membutuhkan ilmu, sehingga capaian yang ditulis didengar itu tidak sekedar menjadi wacana,” ucap ustadz Aris.
Al inqitho’ ‘anil madاi al jahilyah
Selanjutnya generasi unik tersebut menurut penyampaian ustadz Aris Munandar, mereka dalam memandang masa lalunya dianggap sebagai jahiliyah atau kebodohan, untuk segera ditinggalkan setelah mengenal Islam.
“Kalau berbicara jahiliyah di Qur’an itu ada empat kategori yaitu hukum jahiliyah, itu harus ditinggalkan. Yang kedua gaya jahiliyah, kemudian yang ke tiga bersolek layaknya wanita jahiliyah. Sementara yang keempat adalah berperilaku jahiliyah, semua itu bagi generasi Rosulullah segera untuk ditinggalkan” ujarnya.
Sami’na wa atho’na
Kemudian yang ketiga ustadz Aris Munandar menjelaskan bahwa generasi sahabat dalam bersikap dihadapan Al Qur’an seperti sikap prajurit dihadapan komandanya. Sikap mendengar dan mentaati terhadap periintah dan larangan Al Qur’an, sehingga mendahulukan nasا dari pada akal meski berlawanan. Sebab akal manusia terbatas ruang lingkupnya, tidak mampu menjangkau yang lebih.
“Sikap generasi sahabat Rosulullah terhadap Al Qur’an layaknya prajurit dengan komandan yakni sami’na wa atho’na. Sikap ya dan sikap tidak menolak termasuk dari ajakan yang sulit untuk kita nalar, karena bisa jadi keterbatasan akal kita tidak mampu” jelasnya.
Tiga hal inilah yang disampaikan ustadz Aris Munandar untuk bisa ditiru sehingga setiap kemenangan umat Islam dalam menghadapi makar musuh-musuh Islam dapat dicapai. [SY]